Apa Salahnya Meminta Maaf?
“Kalau saya meminta maaf, berarti saya mengakui kalau aku salah dong?” Demikianlah pemikiran mayoritas orang. Benar, karena dalam budaya dan adat istiadat kita, meminta maaf itu identik dengan melakukan kesalahan dan pengakuan menyesal atas kejadian yang sudah terjadi. Padahal pada kenyataannya, meminta maaf bukan hanya berarti mengakui kesalahan kita, melainkan juga bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Lantas, apa salahnya meminta maaf? Atau, apa salahnya meminta maaf dahulu?
Bahkan, setelah salah satu sidang Ahok yang menghadirkan saksi Rais Aam Pengurus Besar Nadlhatul Ulama KH Ma’ruf Amin untuk kasus penistaan agama, Ahok kembali meminta maaf. Ia mengaku bersalah dan telah menyebabkan umat Islam menjadi marah. Jusuf Kalla saat itu menyindir Ahok. “Seorang pemimpin itu jangan terpaksa terlalu sering minta maaf, karena terlalu sering minta maaf berarti membikin kesalahan”, kata Kalla, seperti yang dikutip Tempo.co (03/02/2017).
Saya merenung sejenak. Sebenarnya apa yang dilakukan Ahok sangat baik. Memang dia salah karena dianggap sudah menistakan ayat suci. Ia terus menerus berupaya untuk meminta maaf kepada umat Islam. Meminta maaf terlalu sering juga bukan berarti sering melakukan kesalahan, karena ada banyak orang di luar sana yang selalu berupaya untuk meminta maaf terlebih dahulu untuk berupaya menyelesaikan masalah.
Minta maaf lebih dahulu tidak berarti seseorang bersalah dan mengaku kalah. Minta maaf lebih dulu kepada orang lain seringkali merupakan cara seseorang untuk mengakhiri perselisihan dan pertengkaran. Meminta maaf juga bukan berarti kita lemah, melainkan menunjukkan bahwa diri kita jauh lebih kuat dan dewasa karena mampu melihat suatu kejadian “beyond” dari yang sebenarnya. Hanya orang yang berjiwa besar yang mau meminta maaf terlebih dahulu, apalagi kalau bukan dialah pihak yang salah.
Orang-orang yang mau meminta maaf untuk menyelesaikan masalah sangat dibutuhkan dalam seluruh komunitas maupun lapisan masyarakat. Saya menyebutnya sebagai “Sang Pembawa Damai”–karena memang benar, orang inilah yang akan menjadi solusi dari permasalahan. Berbahagialah orang yang membawa damai di antara manusia; Allah akan mengaku mereka sebagai anak-anak-Nya! (Matius 5:9, BIS).