Apakah Ambisi itu Salah?
Apakah ambisi itu salah? Apakah salah jika kita termotivasi dan berusaha keras untuk menjadi yang terbaik? Tentu semua orang ingin menjadi yang terbaik, bukan? Jawabannya bisa saja benar. Bisa juga salah. Perbedaan antara ambisi yang benar dan salah terletak pada tujuan dan motivasi kita–apakah itu untuk kemuliaan Allah atau untuk kemuliaan diri sendiri.
Dalam 1 Tesalonika 4:1, Paulus menyatakan bahwa orang Kristen harus menjalani hidup yang “berkenan kepada Allah.” Dorongan untuk menyenangkan-Nya merupakan bagian dari transformasi hidup. Dari motivasi untuk menyenangkan diri sendiri berubah menjadi menyenangkan hati Tuhan.
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kolose 3:23
Jika begitu, daripada bertanya apakah ambisi itu salah, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: apakah cara saya belajar atau bekerja sudah membuat saya memuliakan Allah? Apakah pekerjaan dan hal-hal yang saya lakukan ini memampukan saya untuk melayani Allah dan juga sesama? Ambisi yang berorientasi kepada Allah dan pelayanan kasih terhadap sesam akan membuat kita selalu mengingat anugerah yang telah Tuhan berikan. Anugerah dari Allah itu hendaknya membuat kita menjadi mengetahui dan tahu persis bahwa kita memang ada untuk memuliakan Tuhan dan menyenangkan hati-Nya.
Apakah Ambisi itu Salah?
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose juga menasihati kita untuk bekerja dengan “tulus hati karena takut akan Tuhan” (Kolose 3:22). Apapun yang kita lakukan–di ruang kerja, ruang rapat, pelabuhan, meja belajar, dapur, di mana pun kita bekerja–kita harus melayani seperti kita melakukannya untuk Allah.
Kita sungguh memuliakan Allah dan menikmati kehadiran-Nya ketika bekerja dengan penuh semangat dan memberi yang terbaik demi menyenangkan Dia, dan bukan diri sendiri. Fokus pada diri sendiri hanya akan memberikan kepuasan belaka saja tanpa ada sukacita di dalamnya. Kita berhasil. Kita menang. Kita juara. Namun semuanya terasa hampa dan kosong ketika Tuhan tidak menjadi yang utama. Kita melakukan pelayanan dan pekerjaan kita demi nama-Nya dan demi orang lain–karena memang Dia layak menerima yang terbaik dari diri kita.
Semangat dan motivasi yang berlandaskan Allah akan membuat kita terus kuat menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup kita. Kita tidak mudah putus asa dan menyerah karena kita tahu ini adalah untuk kemuliaan Allah. Kita serahkan tindakan dan perkataanku sebagai kesaksian untuk membawa kemuliaan bagi-Mu.
“Dalam niat mengejar kebesaran, kita justru menjadi kerdil” –Eli Stanley Jones