Apakah Pengampunan Sejati
Di artikel-artikel sebelumnya saya sudah menuliskan mengenai beberapa tanggapan manusia mengenai pengampunan, seperti: menolak memaafkan, pengampunan asal-asalan, dan penerimaan. Kini kita sampai di tahap terakhir dan pilihan terbaik: Pengampunan Sejati. Apakah pengampunan sejati itu?
Pengampunan sejati sebagai transaksi
Pengampunan sejati bukanlah sebuah maaf yang didapat sepihak dari orang yang tersakiti. Pengampunan sejati idealnya adalah sebuah kerjasama yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Pertukaran emosi antara dua orang yang terikat oleh tindakan menyakitkan.
Pengampunan sejati sebagai kondisi
Pengampunan sejati diperoleh dari usaha. Ia datang dari harga yang sudah lunas dibayar oleh si penyinggung. Sebaliknya, pihak tersakiti harus membolehkannya melunasi rasa sakitnya. Ketika ia berusaha mendapatkannya, penyesalan dan perbaikan yang murah hati, pihak tersakiti pun berusaha keras melepaskan rasa sakit dan keinginan untuk membalas. Jika keduanya tidak berusaha, maka tidak akan pernah ada pengampunan sejati.
Pengampunan sejati membutuhkan tindakan saling menjaga
Rasa sakit hati dan kebencian yang sempat timbul di dalam hati si tersakiti cenderung membuatnya menjadi lebih waspada dan mengambil “jarak”. Pihak tersakiti akan membuat batasan tertentu dengan si penyinggung dan berharap ia tidak tersakiti lagi. Melaluinya, terjadi pertukaran tanggung jawab antara kedua pihak. Si penyinggung akan menunjukkan bahwa ia sepenuhnya menyadari kesalahan dan berniat tidak mengulanginya. Sedangkan pihak yang tersakiti mulai teringankan bebannya dan melepaskan rasa sakit yang masih disimpan.
Berikut ini adalah kisah mengenai satu pasangan yang terlibat dalam proses pengampunan sejati.
Setelah Hanna mengetahui perselingkuhan suaminya, Bram, yang kemudian meninggalkan si kekasih dan kembali kepada istrinya, dan kini sedang berusaha keras mendapatkan kembali kepercayaannya. Pada hari jadi pernikahan mereka yang ke dua puluh lima, Bram membawa Hanna ke sebuah restoran untuk makan malam. Si pelayan restoran datang, dan memperkenalkan diri, “Hai, nama saya Karin, saya akan melayani kalian malam ini.” Ternyata Karin adalah nama mantan kekasih Bram. Perasaan Hanna langsung campur aduk, namun Bram meraih tangannya dan berkata dengan penuh kejujuran, “Maaf atas apa yang terjadi. Aku sungguh ingin malam ini istimewa bagi kita. Bagaimana keadaanmu, sayang?” Hanna terdiam sejenak, lalu menjawab, “Kamu telah meringankannya.“
Kisah di atas adalah contoh bagaimana pengampunan sejati membutuhkan tindakan untuk saling menjaga. Bram memahami perasaan Hanna, dan Hanna juga berusaha untuk melupakannya. Jika Bram diam saja saat pelayan itu memperkenalkan diri, Hanna pasti akan depresi dan teringat akan masa-masa menyakitkan dahulu. Dan jika Hanna mengungkit-ungkit masalah perselingkuhan suaminya dahulu, Bram akan marah. Sejalan dengan berjalannya waktu, Bram terus memperlihatkan perhatian atas luka dan rasa sakit istrinya, ditambah dengan peran aktifnya menjaga, dan Hanna menanggapi apa yang dilakukan Bram dengan semangat. Mereka akhirnya tiba di mana Hanna dapat mengatakan, “Aku percaya kau menyesal dan akan menjagaku. Usahamu membuatku membuka diri dan lebih percaya kepadamu.”
Pengampunan telah terlaksana ketika si korban tak lagi meminta tanggung jawab dari si pelaku kesalahan atas kelakuan buruknya; si pelaku bertanggung jawab atas dirinya dan diri si korban