Bagaimana Cara Berdoa Kita?
Beberapa hari ini Twitter saya dipenuhi oleh retweet teman-teman orang Jepang yang me-retweet foto di bawah ini. Foto tersebut kurang lebih isinya sebagai berikut. Di kuil Atago di daerah Minato-ward Tokyo, kita bisa memberi persembahan dengan menggunakan kartu SUICA dan kartu EDY hingga dalam satuan 1 Yen. Perlu teman-teman ketahui, SUICA atau EDY adalah salah satu bentuk uang elektronik yang bisa dipergunakan saat naik kereta api, naik bus, atau beli coca cola di mesin, atau es krim di supermarket. Bayangkan sekarang kuil sudah bisa menerima penggunaan kartu elektronik untuk persembahan!
Cara Berdoa Orang Jepang
Di Jepang memang ada kebiasaan untuk memberi persembahan baru setelah itu berdoa. Orang Jepang biasanya melempar koin 5 Yen (go-en) ke dalam kotak persembahan, menepuk tangan 2 kali, dan memanjatkan doa. Mereka percaya kalau sudah memberikan persembahan, maka Kamisama (tuhan) pasti mengabulkan doa.
Tidak hanya itu saja, di email seorang Abang yang dikirimkan ke milis beberapa hari lalu, saya menemukan juga cerita menarik. Ceritanya berkisah tentang penulis buku Amerika terkenal yang mengunjungi Tokyo. Dalam ceritanya, sang penulis pernah melihat pria dan wanita yang berpakaian rapi mengunjungi kuil Shinto. Yang membuat sang penulis terkesan adalah bahwa kuil tersebut menerima kartu Visa dan American Express!
Suatu ide servis yang sangat membantu! Itu dikarenakan para pengunjung yang berdoa di kuil tersebut harus membayar minimal 50 dolar Amerika agar para imam di kuil mendoakan mereka. Pertama-tama, imam menabuh gendang untuk menarik perhatian dewa-dewa, kemudian menaikkan doa. Di samping mereka, berdiri wadah besar berisi sake atau anggur beras, disisihkan untuk para dewa. Dan sebelum pergi, para pengunjung menempelkan permohonan tertulis mereka ke “pohon-pohon doa” yang mengelilingi kuil, kertas-kertas tersebut bergemerisik dalam tiupan angin layaknya bunga sakura. Inilah cara berdoa orang Jepang.
Bagaimana Cara Berdoa Kita?
Bagaimana dengan kehidupan kita? Bagaimana cara berdoa yang kita lakukan? Kita mungkin pernah memperlakukan doa atau ibadah dalam posisi yang sama mirip orang Jepang. Kalau saya memberi persembahan segini, maka Tuhan sudah berutang kepada saya. Kalau saya memberikan sedekah sekian, maka ada pahala besar di depan. Kalau saya sudah menjalankan tugas saya, maka Tuhan “berutang” pada saya. Ekstrimnya mungkin seperti ini: “Tuhan karena saya udah ibadah dan kasih sedekah, maka Tuhan harus harus kabulkan semua mau saya!“
Bagaimana cara berdoa kita? Adakah cara berdoa kita menjadi semacam transaksi jual beli? Saya membaca ayat kitab karena pahala yang berlipat kali. Saya beribadah karena akan dihitung sebagai kebaikan oleh Tuhan. Adakah cara berdoa kita seperti ini?
Jika ya, sesungguhnya kita telah menyimpang dari makna berdoa yang sesungguhnya. Kita tidak lebih dari para imam yang menabuh gendang berharap dewa-dewa berkenan. Tidak lebih dari para pebisnis Jepang yang menjalankan ritualnya di kuil. Tidak lebih dari orang-orang yang “memeras” Tuhan dengan kedok berdoa.
Berdoa bukanlah transaksi. Berdoa sesungguhnya adalah relasi. Saya dan Tuhan saling komunikasi. Tidak pakai imam, tidak dengan iming-iming persembahan. Tidak ada kedok lain.
Sumber Berita : www2.uccard.co.jp/news_r500.pdf, card.benrista.com/trend/14936, qa.crefan.jp/qa4563
Sumber Gambar : card.benrista.com, qa.crefan.jp
1 thoughts on “Bagaimana Cara Berdoa Kita?”