Belajar Rendah Hati
Uzia adalah raja yang menggantikan Amazia. Menjadi raja di usia yang cukup muda tidak menjadi penghalang bagi Uzia untuk mempelajari segala hal yang baik sebagai bekal baginya untuk memimpin kerajaan Yehuda. Ia tahu bahwa ayahnya adalah seorang yang melakukan hal yang benar dihadapan Allah. Uzia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh sang ayah. Hal ini membuat pemerintahannya berjalan dengan baik dan aman. Bahkan dikatakan “selama ia mencari Tuhan, Allah membuat segala usahanya berhasil” (5).
Namun sayang, seperti halnya Amazia, sang ayah, Uzia tidak luput dari ujian kesabaran dan kerendahan hati. Uzia rupanya tidak belajar bagaimana dahulu sang ayah mengakhiri pemerintahannya akibat dihukum oleh Tuhan atas sikap sombong dan ketinggian hatinya (2 Taw. 25:20-23). Hal yang sama justru diulang oleh Uzia. Ketika menjadi kuat, Uzia justru bersikap sombong dan arogan. Dia melecehkan kekudusan rumah Tuhan (19-20). Tuhan pun menjatuhkan hukuman kepada Uzia dengan membiarkannya dijangkiti penyakit kusta. Ia diasingkan selama sisa masa hidupnya (21).
Sungguh menyedihkan nasib raja Uzia. Akibat ketinggian hatinya, Tuhan pun menjatuhkan hukuman. Uzia lupa atau tidak mau belajar dari sejarah para pendahulunya, termasuk ayahnya sendiri, untuk tidak bersikap sombong dan tinggi hati di hadapan Tuhan. Tuhan lebih senang apabila kita selalu bersikap rendah hati di hadapan-Nya.