Dimanakah Allah saat Saya Menderita?
Seri tulisan saya di kesempatan kali ini akan sedikit berbeda dengan tulisan-tulisan sebelumnya yang berkisah mengenai pengalaman hidup, kesaksian, penelaahan Firman Tuhan, dan juga beberapa pengetahuan. Seri tulisan ini akan mengambil topik mengenai pembuktian atas iman kristiani, khususnya mengenai pertanyaan-pertanyaan soal iman yang sering kita hadapi di dalam hidup ini. Semoga melalui tulisan ini saya dapat menjelaskan dan memberikan gambaran baru mengenai iman kristiani kepada para pembaca.
Setiap orang pernah menjumpai kepedihan dan kesedihan. Saya masih ingat ketika penyakit jantung merenggut nyawa Tulang dan Bapatua saya ketika dia harusnya masih bisa hidup dan melihat anak-anaknya menikah bahkan hingga melihat cucu mereka. Belum lagi saat kita melihat bencana alam: gempa bumi, tanah longsor, atau bahkan tsunami yang merenggut banyak nyawa orang yang tidak bersalah. Kita menonton siaran televisi tentang pembantaian dan perang saudara, tentang wabah penyakit maupun kelaparan, kita bertanya: Mengapa Allah mengijinkan semuanya itu terjadi? Mengapa Allah seakan-akan diam saja membiarkan penderitaan, kesulitan, dan hal-hal yang menyakitkan terus terjadi?
Bahkan jika kita menengok ke dalam kehidupan kita masing-masing, kita sering bertanya: Dimanakah Allah saat saya menderita? Dimanakah Dia di saat saya hampir putus asa dan hilang pengharapan menghadapi kehidupan ini? Apakah Dia meninggalkan saya? Kalau Dia memang penuh kasih dan kuasa dan kalau Dia memang baik maka seharusnya semua penderitaan itu perlu ada, tetapi kenyataannya ada.
Pada kenyataannya, sering orang-orang baik dan tidak bersalah yang menjadi korban. Kita sering berpikir, “Apakah sebaiknya orang-orang jahat yang mengalami patah kaki atau penyakit jantung, atau seandainya para koruptor dan pencuri yang mengalami perampokan, rasanya akan lebih adil bagi dunia ini.”
Billy Graham, dalam bukunya, pernah mengungkapkan suatu hal yang mungkin menjadi pertanyaan besar dalam kehidupan kita. Bagaimana mungkin Allah yang baik, Allah yang pengasih, melakukan itu? Bagaimana Dia dapat membiarkan semua penderitaan dan kesakitan itu terjadi? Kita bingung akan semua hal itu.
Templeton kemudian menyanggah semua pernyataan, “Allah yang maha pengasih” tidak mungkin menjadi penyebab semua kesedihan dan kengerian yang terjadi di dunia ini. Semuanya terjadi dari masa penciptaan, masa kini, bahkan hingga masa yang akan datang. Jelas sekali bahwa kisah penderitaan dan kesedihan bahwa tidak mungkin ada Allah yang pengasih.
Tidak mungkin? Apakah adanya penderitaan dengan sendirinya berarti tidak adanya Allah? Untuk dapat percaya dengan segenap hati kepada Bapa yang maha pengasih dan mahakuasa, apakah yang harus kita lihat sehingga kita lebih yakin? Sehingga iman kita semakin diteguhkan di dalam Tuhan?
Sumber Gambar : joycarol.com