Dipilih untuk Memilih
Kitab Ulangan adalah salah satu kitab Taurat. Kitab ini tercatat mengisahkan masa-masa akhir kehidupan Musa. Musa tahu bahwa ia sebentar lagi akan mati. Dan Musa sudah menemukan sosok pemimpin baru pada Yosua. Yosua sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin baru Israel. Dan menjelang akhir hidupnya, Musa mengingatkan bangsa itu bahwa siapapun pemimpin Israel kelak, Tuhan adalah pemimpin sejati mereka.
Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. (Ulangan 5:6-7)
Umat Israel sendiri, pada waktu itu sudah di depan tanah perjanjian, Tanah Kanaan. Bukan lagi sebagai bangsa budak, melainkan sebagai bangsa yang merdeka. Sekarang, di depan mata, tanah air yang subur dan makmur, sudah terhampar luas. Berita lain sudah mengabarkan, bahwa tanah tersebut penuh susu dan madu yang melimpah-limpah. Tidak perlu bekerja keras lagi seperti di Mesir!
Pesan Musa pada Bangsa Israel
Dalam keadaan seperti itu, Musa berkhotbah dan berpidato. Bangsa ini akan memasuki fase hidup yang baru, kehidupan yang menyenangkan. Tidak ada lagi ada perbudakan, tidak ada lagi padang gurun, tidak ada lagi kelaparan atau kehausan. Tuhan tidak lagi memberikan manna dan burung dari surga untuk makan. Mereka juga tidak perlu lagi tiang awan dan tiang api. Betapa menyenangkannya! Selamat tinggal masa lalu yang pahit. Masa-masa yang kini berlalu hampir satu generasi kini akan digantikan oleh masa-masa yang tentu bahagia. Namun, Musa juga mengingatkan, bahwa hidup yang menyenangkan adalah hidup yang penuh tantangan dan cobaan juga. Karena itu Ia mengingatkan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.”
Kalau kita mau berterus terang, apa yang dikatakan oleh Musa mungkin tidak terlalu berdampak dalam kehidupan kita. Biasa saja. Dan bagi kita yang hidup di Indonesia, kata-kata ini bahkan tidak memiliki konsekuensi apapun. Ah, memang hanya Tuhan saja kok di dalam hidupku. Aku tidak pernah menyembah berhala, atau melupakan Tuhan di dalam aktivitas hidupku.
Ijinkan saya menceritakan mengenai sebuah kisah yang terjadi di Jerman Timur. Daerah yang dahalu dikuasai oleh Soviet. Pada zaman itu, ada seorang gadis yang sangat cerdas. Ia bercita-cita untuk menjadi seorang dokter seperti ibu angkatnya. Dengan kemampuan yang dia miliki, seharusnya dia dapat masuk ke universitas manapun. Namun, dia malah menganggur. Ia tidak diterima di universitas manapun. Mengapa? Karena ia tidak menjadi anggota organisasi partai komunis yang ada pada saat itu.
Ia dulunya adalah anggota partai tersebut. Namun, ia kemudian memutuskan untuk dibaptis dan menjadi anggota gereja. Keputusannya ini menimbulkan kehebohan besar saat itu. Bahkan pemimpin partai itu meminta gadis ini untuk memikirkan kembali keputusannya. Namun, gadis ini tetap pada pendiriannya. Ia tidak bisa percaya kepada Tuhan dan sekaligus menjadi anggota organisasi yang berdasarkan ateisme.
Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.
Sedikit orang Kristen yang mengambil keputusan seperti gadis itu. Jauh lebih banyak orang yang memilih Kristus dan sekaligus memilih menjadi komunis–yaitu karir mereka. Gadis Jerman ini mengingatkan Anda dan saya bahwa di dalam hidup ini memang kita kadang harus memilih sesuatu yang sangat berat, yang selalu mengandung resiko.
Resiko inilah yang tidak kita suka. Kalau bisa kita tidak perlu memilih. Kalaupun memilih, kita mau memilih semuanya. Kadang memang bisa, ikut sana sekaligus ikut sini. Namun, sering kali tidak bisa. Memang kita harus memilih salah satu. Bahkan, saya sering mengatakan, tidak memilihpun adalah sebuah pilihan. Saya tidak mau memilih antara Tuhan dan pacar saya. Saya mau keduanya. Kadang-kadang bisa, tetapi kadang-kadang tidak. Kasusnya misal, kalau demi pacar atau menikah dengannya kita harus berpindah agama dan menyangkali Yesus. Artinya, kita harus memilih kan? Pilih Yesus atau pilih yang lain?
Dipilih Untuk Memilih
Mungkin akan ada yang bilang, enak saja bicara soal pilihan. “Pilih Yesus atau pilih yang lain?” terasa mudah sekali untuk diucapkan. Kenyataannya memang hidup tidak mudah dan sangat sulit. Namun, saya percaya kita semua dapat menentukan pilihan itu. Memilih untuk mengikut Yesus dengan setia meskipun akan ada banyak resikonya.
Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
Memang kita tidak akan memilih Allah, jika Allah hanya kita kenal dalam pikiran kita. Tidak mungkin juga kita memilih Allah jika Dia hanya sebatas ucapan di mulut saja. Dan juga kita tidak mungkin memilih Allah, jika Dia hanya Allah yang kita percaya dalam hati kita. Kita hanya akan memilih Allah, kalau Allah itu juga benar-benar kita alami dan berkuasa atas diri kita.
Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
Kita pasti pernah berada dalam kondisi tidak berdaya, terpojok, dan tidak mempunyai harapan lagi. Hanya ada penderitaan dan kesusahan. Persis seperti Bangsa Israel yang ratusan tahun berada di bawah penindasan bangsa Mesir. Lama sekali kita menunggu pertolongan, namun tak kunjung datang. Kita sudah pasrah dan putus asa. Saya pernah mengalaminya. Adik juga pernah.
Namun, saya ingin mengajak Anda untuk merenungkan, bahwa mungkin kita tidak perlu kondisi-kondisi ekstrem seperti bangsa Israel dahulu. Tiba-tiba mukjizat datang dan membebaskan semua keluh kesah kita. Kita kadang hanya butuh pengalaman-pengalaman pribadi kecil bersama dengan Allah. Masa-masa di mana Allah sungguh-sungguh hadir di dalam kehidupan kita. Ada saat kita sakit, ada saat kita kehujanan atau terjebak macet, atau saat kita melamar pekerjaan. Kadang kita tidak ingat. Namun, coba renungkan pengalaman itu: Allah begitu baik, begitu setia, dan begitu tepat waktu menolong kita.
Mari belajar setia kepada-Nya. Berusaha untuk memilih Dia dan berpikir seribu kali sebelum kita berani mengkhianatinya. Kita dipilih untuk memilih. Kita dipilih Tuhan untuk memilih untuk setia kepada Tuhan.
Sumber gambar : musingssahm.com