Eben Haezer-Sampai Di Sini Tuhan Menolong Kita
Eben Haezer-Sampai Di Sini Tuhan Menolong Kita
Sebuah refleksi di ujung tahun 2013
Bayangkan bahwa kita menempuh perjalanan mendaki gunung atau melintas alam. Kita berjalan menuruni lembah dan melewati sawah, menaiki bukit dan menyeberangi sungai. Tentunya kita tidak terus-menerus berjalan. Ada saat-saat di mana kita berhenti dan duduk sejenak.
Selain duduk dan beristirahat, apa yang kita perbuat pada saat perhentian? Kita mempelajari peta dan lokasi: di mana kita berada sekarang? Apakah kita tetap berada pada jalur yang sesuai dengan tujuan kita? Atau berapa lagi jarak yang harus kita tempuh untuk mencapai tujuan? Kita memandang kembali jalur-jalur yang sudah kita lewati dan menengok jalan-jalan terjal dan bukit yang masih harus kita daki. Wah, sudah sejauh ini rupanya perjalanan kita. Dan terakhir, kita membuat evaluasi dan menentukan orientasi. Kita mengkonsolidasi diri.
Ada kisah di Alkitab mengenai Samuel yang juga menempuh perjalanan. Sebelas dua belas lah dengan perjalanan yang ada di dalam benak kita. Namun, yang ditempuhnya bukan perjalanan biasa seperti rekreasi atau sekadar hobi, melainkan perjalanan untuk mempertahankan kedaulatan umat Israel dari kuasa bangsa Filistin. Samuel menjadi pemimpin perjalanan bagi bangsa Israel. Di suatu tempat, Samuel dan rombongannya berhenti. Agaknya di situ Samuel pun membuat evaluasi dan menentukan orientasi perjalanannya serta mengkonsolidasi rombongannya. Lalu apa perasaan Samuel ketika ia melakukan hal itu? Menurut catatan Alkitab, “…Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya…, ia menamai Eben Haezer, katanya: Sampai di sini Tuhan menolong kita” (1 Samuel 7:12). Eben Haezer secara harafiah berarti “batu pertolongan”. Eben Haezer adalah sebuah titik perhentian di mana Samuel dan rombongannya mengaku bahwa Tuhan menolong perjalanan mereka. Dengan rasa terima kasih Samuel menyimpulkan evaluasi perjalanan, “Sampai di sini Tuhan menolong kita.”
Hidup adalah ibarat perjalanan. Ada saat atau momen di mana kita berhenti sejenak dan merenung tentang hidup yang sedang kita jalani. Pada detik-detik terakhir tahun 2013 ini, marilah kita merenungkan: apakah yang kita alami sepanjang tahun ini?
Sebagai orang percaya, dari semua suka dan duka pengalaman hidup di tahun 2013 ini, dengan penuh syukur selayaknya kita mengaku: bahwa walaupun perjalanan hidup kita berat dan susah, namun oleh tuntunan, bimbingan, dan penyertaan Tuhan, kita boleh tiba di ujung tahun ini. Jika kita menoleh ke belakang sejenak, kita tentu merasa lega dan bersyukur. Kita menatap ke depan yang penuh ketidakpastian. Itulah perasaan-perasaan yang wajar muncul di saat perhentian. Karena itu selain menengok ke belakang dan menatap ke depan, saat perhentian adalah juga waktu untuk menengadah ke atas dan mempercayakan perjalanan hidup kepada tuntunan tangan Tuhan.
Merenung seperti itu pada saat perhentian menjadikan perjalanan hidup bukan sekedar asal jalan dan asal maju. Perjalanan memerlukan tujuan yang jelas dan motivasi yang kuat. Pada saat perhentian kita melakukan tiga hal yang perlu untuk perjalanan: menengok ke belakang, menatap ke depan, dan menengadah ke atas. Lalu kita merasa mantap, “Eben-Haezer, sampai di sini Tuhan menolong kita.”
Hidup memang tidak mudah. Namun kalau kita menengok ke belakang, menatap ke depan, dan menengadah ke atas dengan beriman, maka hidup ini terasa indah. Kita jadi merasa bahwa hidup ini terasa indah. Kita jadi merasa bahwa hidup ini sungguh bermakna. Buktinya Allah sendiri menghargai hidup kita. Ia menolong kita untuk menapaki perjalanan hidup ini.
Tersembunyi ujung jalan,
hampir atau masih jauh;
‘ku dibimbing tangan Tuhan
ke neg’ri yang tak ‘ku tahu.
Bapa, ajar aku ikut,
apa juga maksudMu,
tak bersangsi atau takut,
beriman tetap teguh.
Meski langkahMu semua
tersembunyi bagiku,
hatiku menurut jua
dan memuji kasihMu.
Meskin kini tak ‘ku nampak,
nanti ‘ku berbagia,
apabila t’rangMu tampak
dengan kemuliaannya.
(KJ 416)
Sumber gambar : batu Eben Haezer, Ebenezer