Habatakkon dan Hakristenon
Sudah lama orang Batak terus bergumul kala menyikapi pertentangan antara adat dan Injil. Hal ini terjadi khususnya bagi orang Batak yang sudah mengimani Kristus dalam hidupnya. Secara darah dan keturunan, mereka tetaplah orang Batak yang menjunjung tinggi nilai Habatakkon. Namun, sebagai pengikut Kristus, nilai-nilai kristen dan ajaran Kristus haruslah diikuti dengan setia di dalam kehidupan ini.
Habatakkon dan Hakristenon
Riwayat perjumpaan Injil dengan Suku Batak selama hampir lebih dari 150 tahun sejak tahun 1861 membawa perubahan yang signifikan. Perubahan itu terlihat jelas pada pendidikan dan kebudayaan Suku Batak ini sendiri. Apa yang sesungguhnya terjadi kepada kebudayaan Suku Batak ketika agama Kristen masuk?
Pertama, anamat Kristen membuat sesuatu yang baru. Hal baru itu ialah pembaruan di dalam Kristus. Pembaruan ini tidak menghapuskan kebiasaan, adat, dan upacara-upacara yang dimiliki oleh Suku Batak sebelumnya. Pembaruan ini mengeluarkan masyarakat Batak dari sistem sebelumnya dan membawanya menuju kepada tujuan baru ke masa depan. Kepastian kedamaian dalam kasih membuat orang Batak bangkit dari ketertinggalan. Orang Batak yang selama ini hanya terfokus pada diri atau marganya sendirim kini mulai membuka mata terhadap dunia. Orang Batak mulai berinteraksi dengan dunia luar termasuk dunia sekuler. Masa ini mulai mengubah masyarakat kesukuan yang tertutup menjadi masyarakat Kristen yang terbuka. Dapat disimpulkan, Kristen membuat orang Batak bersedia menerima pengaruh asing itu.
Kedua, pemberitaan agama Kristen juga membawa pengaruh kolonial dan perekonomian. Ekonomi Suku Batak yang sebelumnya terfokus pada pertanian dan peternakan kini mulai terbiasa dengan perdagangan dan jasa. Pembaruan di dalam iman dan kehidupan secara perlahan mulai diterima namun akhirnya bertemu pada jalan buntu. “Penaklukan” atau “pemusnahan” agama kafir. Apakah agama kafir itu dapat dipisahkan dari kebudayaan suku Batak?
Ketiga, akhirnya para pekabar Injil sadar bahwa kebudayaan suku Batak harus tetap dipertahankan. Agama Kristen bukannya menghilangkan kebudayaan, namun memperbaruinya di dalam Kristus. Adat dipertahankan sepanjang tidak bertentangan dengan Injil. Awalnya, para zendeling (pekabar Injil) mengambil bagian-bagian adat tertentu, mengakuinya sebagai sebuah kesatuan yang utuh dengan orang Batak, kemudian membersihkan adat itu dari kekafiran. Namun, hal ini sangat sulit dilakukan karena mereka bukan bagian dari masyarakat adat tersebut. Inilah mengapa akhirnya Warneck (Ephorus HKBP di masa 1918-1940) mengakui bahwa orang Batak sendirilah yang harus meneguhkan adat dan kebudayaan dengan nilai Kristus. Artinya, adat terus dilestarikan, namun ada perubahan tujuan dan motivasi. Awalnya untuk memuja roh nenek moyang atau menyembah berhala, kini untuk memuliakan Allah.
Adat ternyata tidak mudah berubah. Namun, ini bukan berarti adat tidak dapat berubah. Para zendeling mengklasifikasikan unsur-unsur adat yang bersifat anti-kristen, netral, dan pro-kristen. Bagian adat yang pro-kristen digunakan untuk semakin mengenalkan Kristus di dalam kehidupan orang Batak. Unsur-unsur anti-kristen dan netral inilah yang terus digumuli hingga kini oleh orang Batak hingga masa kini. Itulah mengapa hingga kini masih ada pertentangan mengenai adat Batak dan Injil. Salah jika kita bilang tinggalkanlah Habatakkon (kebudayaan Batak) dan beralih ke Hakristenon (Kebudayaan Kristen), karena kekristenan itu sendiri berlangsung di budaya Batak. Salah juga jika kita bilang jika kita tetap pada Habatakkon dan mengabaikan kekristenan, karena Suku Batak yang ada sekarang tidak akan dapat seperti ini tanpa adanya pekabaran Injil.