Hidup Memikul Kematian
Beberapa minggu yang lalu, Pendeta di Gereja GIII Tokyo, Bpk. Pdt. Atsumi dalam kotbahnya menyinggung sedikit mengenai seorang dokter Kristen yang bernama Kashiwagi Tetsuo. Dokter Kashiwagi ini adalah dokter spesialis kejiwaan dan bidangnya adalah terminal care. Terminal care sendiri adalah perawatan bagi orang-orang yang akan meninggal dunia. Hingga saat ini, Dokter Kashiwagi mengantarkan pergi lebih dari 2500 pasien di rumah sakit tempat dia bekerja.
Dalam kotbahnya, Bpk. Pdt. Atsumi mengutip perkataan dari Dokter Kashiwagi yang diucapkan dalam program Televisi “Kokoro no Jidai” di NHK Channel 2. “Manusia hidup sambil memikul kematian.” Saya langsung mengangguk perlahan, mengiyakan perkataan itu. Seiring dengan bertambahnya umur manusia, sesungguhnya manusia justru semakin mendekati kematian. Kematian mengintip dan mengintai kita setiap saat setiap waktu. Kita bisa meninggal kapan pun, di manapun, tanpa bisa diprediksi sama sekali. Kita hidup memikul kematian.
Foto 1: Foto Dokter Kashiwagi Tetsuo, seorang Dokter spesialis Kejiwaan.
Foto 2: Kashiwagi Tetsuo dalam acara Kokoro no Jidai, NHK Channel 2.
Hidup Memikul Kematian
Iseng-iseng saya mencari data mengenai program televisi tersebut. Dan ternyata, program itu masih terekam dalam memori televisi saya (televisi saya bisa merekam acara televisi dan menyimpannya dalam hard disk, sehingga bisa diputar kembali). Wah, Puji Tuhan kebetulan sekali. Saya kembali menonton acara televisi tersebut dan mendapatkan hal-hal baru mengenai kematian.
Hal yang pertama, kehidupan dan kematian itu bagaikan lembar depan dan belakang sebuah kertas. Sedikit ada tiupan angin, kertas itu bisa terbalik. Kematian bisa datang kapan saja, tidak ada yang tahu. Hal yang kedua, manusia sesungguhnya memikul kematian. Kelihatannya memang manusia hidup senang dan gembira, dan sesungguhnya dia menuju kepada kematian. Dokter Kashiwagi belajar banyak hal itu karena mendampingi orang-orang yang menghadapi kematian.
Selanjutnya dalam acara televisi tersebut, Dokter Kashiwagi bercerita mengenai dua orang pasiennya yang telah meninggal dunia. Keduanya sama-sama berumur 72 tahun.
Pasien yang pertama adalah pasien kanker ginjal stadium akhir. Dia seorang pengusaha sukses dan memiliki banyak harta. Saat di rumah sakit pun, dia memakai kemeja dan dasi. Sepertinya dia memiliki banyak hal-hal yang berharga yang harus ditinggalkan karena dirawat di rumah sakit. Setiap hari pasien itu berkata, “Dokter, tolong sembuhkan saya. Tolong sembuhkan saya!” Nampaknya dia tidak ingin lekas meninggal, dia tidak bisa menerima kenyataan sebenarnya, begitu kata Dokter Kashiwagi. Meskipun rasa sakitnya bisa ditahan dengan suntikan, namun kanker pankreas itu tetap menyerang. Bapak itu sendiri sadar bahwa badannya semakin lemah dan dia semakin takut menghadapi kematian. Di akhir hidupnya, dia meninggal dengan kelelahan, kuatir, ketakutan akan kematian. Betul-betul sedih ketika menghantarnya, kata Dokter Kashiwagi.
Dua minggu berselang, seorang pasien wanita Kristen yang berusia sama juga dirawat di rumah sakit. Dia adalah pasien kanker paru-paru dan juga ada di stadium akhir. Keadaannya juga darurat. Saat baru dirawat, dia kesulitan bernapas. Ketika paru-parunya di-rontgen, semuanya putih. Vonisnya mungkin hanya dua minggu lagi waktu yang tersisa.
Tapi pasien itu berkata, “Dokter, mungkin semingguan lagi saya akan pergi ke tempat Tuhan Yesus,” katanya tenang. “Saya senang dapat pergi ke sana. Tapi kini saya sulit sekali bernapas. Kalau sakit ini bisa diambil, sudah lebih dari cukup,” tambahnya.
Dengan suntikan penahan rasa sakit, ibu itu mulai bisa bernapas dengan lega. Tapi dia sadar, badannya semakin lemah, dan waktunya tidak akan lama lagi. “Dokter, saya rasa besok saya akan pergi,” katanya dengan perlahan, “Saya duluan pergi ya Dokter, nanti Dokter juga datang ya!” kata ibu itu. Dokter Kashiwagi membalasnya, “Ya”.
Setelah itu kondisinya terus menurun dan Dokter pun memanggil anak perempuan ibu itu untuk datang ke rumah sakit. Ibu itu menghadap anaknya, dengan segenap tenaga yang tersisa dia berkata, “Ya, mama pergi ya!” Anak perempuannya dengan isak tangis menjawab, “Selamat jalan Mama!” Dokter Kashiwagi yang ada di sebelahnya berpikir si ibu berkata seperti dia ingin pergi ke kamar di sebelah. Tidak ada rasa takut, kuatir, dan cemas akan kematian. Si Ibu dengan perlahan berpamitan kepada anaknya dan pergi dengan tenang.
Hidup Memikul Kematian : Perbedaan Orang Kristen
Begitulah perbedaan orang Kristen dengan orang lain menghadapi kematian. Perbedaan itu karena 2 hal: keyakinan akan pertemuan kembali dan keyakinan akan kehidupan kekal. Keyakinan teguh ini kita dapatkan dan kita yakini karena Yesus sebelumnya telah mati dan bangkit atas dosa.
Hanya karena Yesus telah mati dan bangkit, maka orang yang meninggal dalam Yesus akan dibangkitkan kembali. Hanya karena Yesus telah mati dan bangkit, maka sorga itu pasti. Hanya karena Yesus telah mati dan bangkit, maka ada pengharapan bahwa nanti kita semua akan dipersatukan dalam Kerajaan Allah. Hanya karena Yesus telah mati dan bangkit, kehidupan kekal bersama Allah itu pasti.
Bagaimana pandangan kita terhadap kematian? Apakah teman-teman masih takut, sedih, cemas dalam menghadapi kematian? Bila benar begitu, sesungguhnya ini adalah saat yang baik untuk berubah. Datanglah dan dengarkanlah mengenai Pribadi Yesus itu! Percayalah bahwa Dia telah mati dan bangkit! Yakinilah Dia adalah Sang Juruselamat!
Sumber gambar : BlogSpot 1, 2, 3