Hidup untuk Berbuah
Aku tidak tahu kapan tepatnya aku lahir di dunia. Yang aku tahu aku telah menjadi pohon jambu kecil dalam wadah plastik ketika aku diberikan kepada seseorang yang kini menjadi pemilikku. Dia kemudian menanamku di pekarangan depan rumahnya yang baru di tahun 1989. Tepatnya 15 September 1989. Pemilikku yang saat itu adalah keluarga yang baru, mereka baru saja menikah dan belum memiliki anak. Mereka tinggal berdua saja di rumah yang baru saja mereka beli. Aku berakar dan tumbuh terus menerus. Dahulu aku hanyalah pohon kecil yang tidak berarti apa-apa. Diinjak oleh orang pun mungkin aku akan langsung mati. Tetapi kini, setelah 26 tahun aku tertanam di pekarangan rumah mereka aku telah menjelma menjadi pohon jambu air dengan daun yang lebat. Ranting dan batangku kokoh, juga akarku yang menembus tanah belasan meter. Tinggiku hampir 25 meter, mungkin aku pohon tertinggi di perumahan ini. Daun-daunku rindang dengan daerah jangkauan hampir 50 meter persegi. Oiya, setahun tiga kali aku menghasilkan buah jambu air yang begitu menyegarkan buat banyak orang. Pemilikku sering membagikan buahku kepada tetangga, atau sekedar membiarkan buah-buahku diambil oleh orang-orang yang lalu lalang di bawahku.
Selain itu, aku juga menjadi sumber kehidupan bagi banyak tumbuhan dan hewan-hewan lain. Daun-daunku yang berguguran dibuat menjadi pupuk yang menyuburkan pepohonan yang lain. Banyak hewan yang juga berlindung di bawah naunganku. Sering juga beberapa orang beristirahat pada siang hari di bawah rindangnya daunku. Ah, aku tersenyum senang. Senang sekali. Aku menjadi pohon yang sesungguhnya dengan menghasilkan buah. Dengan menghasilkan buah jambu air, aku sudah melakukan tugasku ada di dunia ini.
Hidup untuk Berbuah: Berbuah bagi Kristus
Kita ibarat pohon jambu air itu. Kita adalah pohon buah yang diciptakan Tuhan di dunia ini. Menjadi orang yang berguna dan menghasilkan buah seharusnya menjadi tujuan hidup kita. Apa gunanya pohon buah jikalau dia malas berbuah? Apa gunanya pohon buah jikalau dia tidak mau berbuah?
Berbuah bagi Kristus adalah tugas kita di dunia. Kita hidup untuk berbuah. Kita menghasilkan buah-buah roh kudus: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Galatia 5:20-21) yang tercermin di dalam kehidupan keseharian kita. Kita sabar dan mengasihi. Kita membawa damai di tengah-tengah perseteruan dan perselisihan. Kita sabar menghadapi kesulitan dan tantangan yang datang. Kita setia terhadap pasangan kita. Kita adil dan jujur terhadap orang lain. Namun, tugas itu berat dan kadang sulit dilakukan. Bagaimana bisa sabar dan mengasihi orang yang membenci dan sering mengejek kita? Bagaimana bisa sabar dan tetap berharap di tengah-tengah kesulitan hidup?
Namun, Kristus tidak hanya memberikan tugas, ia juga bersama dengan kita dalam melaksanakan dan menjalani tugas itu. Berbuah memang sulit. Butuh waktu. Kita harus berakar dan bertumbuh dulu, baru kemudian waktunya berbuah, Tanpa akar yang kuat atau batang dan ranting yang kokoh, mustahil buah itu muncul dan berkembang hingga matang dan siap dinikmati. Berbuah juga butuh usaha dan kemauan. Namun, Yesus berkata, “Tinggalah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yohanes 15:4).