Jokowi Memimpin dan Melayani
Jokowi memimpin dengan hati, adalah sebuah buku yang ditulis oleh Keen Achroni. Dalam buku ini, dibahas mengenai sepak terjang Jokowi membenahi kota solo, dari pasar, taman, dan jalan-jalan hingga mengadakan pertunjukan seni. Keberhasilannya dalam memimpin di Solo, kemudian membawanya memimpin DKI Jakarta sebagai gubernur, hingga akhirnya menjadi Presiden ke-7 Republik Indonesia. Menurut Anda, apakah “memimpin” itu? Atau, siapakah “pemimpin” itu? Mungkin teman-teman pembaca mayoritas akan menjawab, “memimpin” itu berarti memberi arah, mengelola, mengorganisasi, mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang, membuat perencanaan untuk masa depan dan sebagainya. Seorang “pemimpin” yang baik memahami dengan jelas, apa yang ingin dan harus ia capai; mengetahui dengan tepat apa yang mesti ia lakukan untuk mencapainya; dan memiliki keterampilan untuk mengatur pelaksanaannya.
Salahkah jawaban-jawaban itu? Sudah pasti tidak! Definisi memimpin dan seorang pemimpin yang kita ketahui memang seperti yang di atas. Pemimpin adalah orang yang sudah tahu sasaran apa yang ia hendak tuju, dan ia bisa membawa orang-orang yang dipimpinnya (bawahannya) untuk mencapai sasaran yang ia hendak tuju.
Sebaliknya dengan Lee Kuan Yew. Orang boleh saja tidak menyukai “gaya”-nya, yang kadang-kadang memang terkesan arogan dan kurang diplomatis. Tapi siapa dapat memungkiri kehebatannya dan keberhasilannya sebagai “pemimpin”?
Ia menakjubkan dunia, karena suksesnya menata, mengelola dan mengorganisasi Singapura. Karena kemampuannya dalam menerjemahkan visi menjadi program nyata. Karena kepiawaiannya mengambil keputusan yang tepat, walau acap kali tidak populer serta kontroversial. Dan yang membuat keberhasilan kepemimpinannya tak terbantahkan, adalah hasilnya. Dari sebuah negara-pulau yang semula cenderung mesum, kumuh, dan rawan karena dikuasai para gangster, Lee berhasil mengubah Singapura menjadi negara yang paling aman, paling bersih, paling tertib, dan salah satu yang paling makmur di dunia.
Sekiranya kita dapat menemukan seseorang, entahkah ia laki-laki atau perempuan, yang dalam dirinya mampu memadu dan meramu semua kandungan isi yang sempat kita bahas di atas, maka jangan ragu-ragu lagi! Pilih ia jadi presiden!
Sebagai tambahan, Frank Mendoza, dalam bukunya, “The Making of a Leader”, menyatakan, ada satu unsur yang amat esensial, yang belum tersebutkan di situ. Apa itu? Yaitu, “pelayanan”. Bahwa “memimpin” itu berarti “melayani”. “Memimpin” itu berarti “mengabdi”. “Menghamba”.
Tanpa unsur “pelayanan” ini, unsur-unsur kepemimpinan yang lain itu paling banter hanya memungkinkan orang menjadi seorang “pemimpin yang trampil”. “A skilled leader”. Seorang “pemimpin yang mampu”. “A capable leader”. Tapi belum bisa memberinya kualifikasi sebagai seorang “pemimpin yang sejati”. “A true leader”.
“Pemimpin sejati” mesti punya sikap mental seorang pelayan. Mesti punya motivasi seorang abdi. Mesti bersikap dan bertindak bak seorang hamba. Ia adalah pemimpin yang menghamba. Sekaligus, hamba yang memimpin. Dan saya melihat, Presiden kita, Pak Jokowi memimpin dan melayani rakyat dengan sangat baik.