Kebahagiaan yang Kekal
Berbicara tentang kebahagiaan orang selalu mengaitkan dengan dunia realita yaitu suatu kehidupan yang tinggi tingkat sosial masyarakat, berlimpah dengan uang, dan hidup serba mewah dan modern.
Khotbah Yesus di Bukit telah membukakan mata dan hati kita akan kebahagiaan yang kekal dan abadi. Kebahagiaan ini tidak bersumber pada status sosial yang tinggi, harta yang berlimpah, atau kemewahan dunia ini. Kebahagiaan ini bersumber hanya dari Allah–sang sumber kebahagiaan itu. Kebahagiaan ini juga bersifat abadi, tidak akan lekang dimakan waktu atau umur manusia. Benar bukan? Saat mati, manusia tidak akan lagi menikmati status sosial yang tinggi atau bahkan harta yang melimpah.
Meraih Kebahagiaan yang Kekal
Untuk meraih kebahagiaan dari dunia yang semu saja, manusia harus bekerja keras, berjuang, dan berusaha tanpa kenal lelah. Apalagi untuk meraih kebahagiaan yang kekal ini. Syaratnya adalah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Mengapa demikian? Kebahagiaan yang kekal dan abadi sumbernya adalah Allah. Karena dosa, manusia tidak mungkin dapat berhubungan dengan Allah dan menikmati kebahagiaan-Nya. Karena itulah, Yesus Kristus datang ke dunia untuk mendamaikan Allah dengan manusia melalui kematiaan-Nya di kayu salib (Kolose 1:19-22). Dengan kata lain, ketika seseorang menerima Yesus, ia juga telah berdamai dengan Allah (Yohanes 1:12).
Dengan berdamai dengan Allah, hubungan antara manusia dan Allah menjadi baik. Manusia dapat merasakan kebahagiaan kekal langsung dari sumbernya–Allah sendiri. Meskipun banyak masalah yang dihadapi, namun bersama Allah, hidup kita akan tetap dipenuhi dengan rasa sukacita dan bahagia.
Dunia memberikan kebahagiaan yang semu, tetapi Kristus memberikan kebahagiaan yang kekal.
Sumber Gambar : pastorgraphics.com