Kesederhanaan yang Memberi Tenaga
Saat Bertha memberikan sebuah sepatu dari merek ternama sebagai hadiah ulang tahun, saya sempat tertegun sejenak. Ini adalah sepatu [mahal] pertama saya seumur hidup. Sepatu Adidas Alphabounce yang sempat saya cari malam harinya, harganya mencapai ratusan ribu rupiah. Bertha memberikannya tepat pada hari Natal, saat ia berkunjung ke rumah. Dibungkus dengan kertas kado yang bagus–seperti biasanya–membuat kadonya kali ini spesial. Setelah hampir 2 minggu tidak bertemu–dan melewatkan hari ulang tahun kami bersama–kami akhirnya punya kesempatan bertemu. Namun dalam tulisan kali ini, saya tidak ingin membahas mengenai pertemuan dengan Bertha atau hubungan kami. Saya ingin membahas mengenai kesederhanaan yang memberi tenaga. Ya, mengenai kesederhanaan.
Sampai saat ini, saya amat jarang membeli baju. Saat kuliah, hanya kaos panitia atau kaos acara-acara kampus saja. Bahkan setelah bekerja, biasanya mama yang membelikan kemeja-kemeja (baik biasa atau batik) untuk adik dan saya pakai. Terakhir kali beli sepatu, saya memilih sepatu harga 250 ribu, dengan merek dan jenis yang sama persis dengan yang saya gunakan sejak masih kuliah dahulu.
Saya pernah menulis tentang kisah Sepatu yang Kebesaran. Jadi begini ceritanya, semenjak masih Taman Kanak-Kanak (TK), kami sudah terbiasa untuk membeli sepatu dengan 2 nomor di atas ukuran kaki kami. Tujuannya, supaya bisa dipakai lebih lama, sehingga tidak sering-sering beli sepatu. Berbeda dengan teman-teman SD lainnya yang sepatunya baru setiap tahun baru ajaran. Alasannya, ya tentu saja untuk menghemat pengeluaran. Saya masih ingat, dulu saat masih TK dan SD, memang perekonomian keluarga sedang berada di bawah. Usaha Papa bangkrut dan padahal ada banyak keperluan yang harus dibayarkan, salah satunya untuk kebutuhan sekolah kami yang cukup mahal. Sepatu-sepatu itu memang kebesaran, namun mama selalu mengupayakan sepatu dengan merek yang bagus. Ya, meskipun hanya memiliki satu sepatu, mama berprinsip sepatu itu harus nyaman dan enak dipakai.
Sepatu yang kebesaran itu lah yang menemani adik dan saya dalam perjalanan pulang SD berjalan kaki selama enam tahun. Begitu juga selama SMP dan SMA. Karena sering dipakai berjalan kaki, maupun berolahraga, sol sepatulah yang biasanya paling cepat rusak atau aus. Kalau masih bisa dilem atau dijahit, mama sering meminta tolong tukang sol sepatu memperbaikinya. Mereknya bukanlah merek ternama, saat SD kami pakai Bata, kemudian saat SMP-SMA kami menggunakan Piero. Merek bukanlah acuan, karena kami melihat mana yang biasanya dipakai oleh teman-teman yang lain. Yang banyak dipakai dan bagus modelnya, itu biasanya yang kami beli.
Sampai saat kuliah dan bekerja pun, sepatu saya masih sama. Sepatu coklat yang menemani saya keliling Indonesia bahkan sampai ke luar negeri, ke India, Jepang, Filipina, Singapura, dan kota-kota lain di Indonesia. Sepatu ini juga yang menemani saya saat melamar kerja, masuk kerja pertama, pergi kuliah, bertemu pertama, bahkan saat jadian dengan Bertha.
Hadiah sepatu bermerek dari Bertha di ulang tahun saya tahun ini begitu membekas. Dulu sekali, saya pernah berencana membeli sepatu-sepatu Adidas atau Nike yang dijual “setengah harga” di sebuah toko resmi peralatan olahraga di Pangkalan Jati. Seorang teman memberitahukannya kepada saya. Namun, sewaktu kami datang, tidak ada yang cocok, dan harganya saat itu, masih tergolong mahal bagi kami. Alhasil, ya saya tidak jadi membelinya. Lebih baik uangnya ditabung, tokh sepatu yang ada sekarang masih bagus.
Bertha pernah bilang bahwa dia ingin pelan-pelan mengubah saya menjadi orang yang lebih “fashionable” mulai dari sepatu, pakaian, dan lainnya. Entahlah, apa saya bisa. Perbedaan soal sudut pandang penampilan dan fashion memang yang paling terasa antara saya dan Bertha. Namun, saya sangat bersyukur dengan kesederhanaan yang sudah tertanam sejak saya kecil. Saya bisa mengalihkan tenaga, uang, dan energi saya untuk hal yang lebih penting. Dan mungkin memang sudah saatnya, saya bisa mulai memikirkan hal yang lebih penting lagi: kebahagiaan Bertha.
Oiya, terima kasih ya sayang untuk sepatunya. Nanti kita pakai buat jalan-jalan atau olahraga bareng ya. I love you dear.