Konseling Bukan Pemberian Nasihat
Konseling kristen bukanlah pemberian nasihat. Karena jika benar begitu, maka orang yang tahu atau menguasai mengenai kebenaran Firman Tuhan tentu akan menjadi seorang konselor yang baik. Selain itu, tentu konseling tidak perlu secara khusus dipelajari. Meskipun tidak kita pungkiri, penyelesaian masalah selalu berorientasi pada prinsip kebenaran, dan prinsip kebenaran tersebut dikenal dan disadari baik oleh konselor dan klien, tetapi sifat dari konseling bukanlah sebuah pemberian nasihat.
Arah percakapan konseling kristen memang dituntun oleh prinsip kebenaran, baik kebenaran secara teologi dan Alkitab, maupun norma yang berlaku di tengah masyarakat. Tanpa sebuah prinsip kebenaran, tidak mungkin konselor dapat membimbing kliennya. Bagi seorang konselor kristen, pandangan kristen terhadap dunia ini tentu menjadi penentu arah bimbingan konselingnya. Coba bayangkan kasus ini, ketika seorang klien beranggapan bahwa ia tidak perlu bekerja karena istrinya sudah bekerja dan menghasilkan cukup banyak uang. Tanpa dasar prinsip kristen, konselor tidak mungkin bisa menilai dan membimbing kliennya. Tetapi harus diingat, konseling bukanlah pemberian nasihat. Konselor kristen tidak seharusnya mengatakan, “Itu tidak boleh kamu lakukan”, atau “ini yang harus kamu lakukan”, karena klien yang harus bertanggung jawab atas apa yang akan dia lakukan. Dan pilihan harusnya diambil secara sadar oleh klien, ketimbang sebuah pilihan yang “dipaksakan”.
Kenyataannya, memang banyak orang yang bermasalah dapat ditolong dengan konseling pemberian nasihat. Namun sesungguhnya orang-orang ini tidak memerlukan konseling. Sebagian mereka sudah tertolong saat mendengarkan kotbah mingguan di gereja, atau sebagian lagi hanya membutuhkan konfirmasi dari apa yang mereka akan lakukan, dan sisanya adalah orang-orang bermasalah dan siap bertobat atau berubah menjadi yang lebih baik. Mereka sebenarnya tidak membutuhkan konseling, melainkan hanya membutuhkan sesosok figur yang dapat memberikan nasihat secara pribadi. Kalau kotbah diberikan kepada orang yang “siap” untuk mendengar, maka konseling diberikan kepada orang yang “tidak atau belum siap” untuk mendengar. Entah mengapa jiwanya belum mampu atau tidak responsif kepada kebenaran Firman. Ia melihat, menafsir, dan menjalani kehidupan ini secara keliru, dan sebagai akibatnya, ia mengeluh dan bermasalah. Dengan demikian, seorang konselor bukan memberikan nasihat atau kotbah Firman Tuhan, melainkan menolong orang lain untuk mengatasi halangan dalam jiwanya sehingga ia dapat responsif terhadap kebenaran Firman Tuhan dan menyelesaikan persoalan hidupnya.
Memahami pelayanan konseling dalam konteks iman kristen adalah memahami sifat dan keunikan dari setiap panggilan Allah untuk orang percaya yang ada di dunia. Jauh lebih sulit membangun tubuh Kristus (jemaat) daripada menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Mengapa? Karena untuk membangun jemaat, Allah rela mengutus dan mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk menolong orang-orang dari hukuman akibat dosa. Selanjutnya Allah memberikan pengajaran dan Roh Kudus untuk menuntun perjalanan hidup orang-orang yang sudah dibebaskan dari hukuman ini. Mereka bertumbuh secara iman di dalam pengenalan akan Tuhan. Tuhan memberikan anugerah yang khusus untuk melayani sebagai konselor. Panggilan pelayanan konseling bukan panggilan Allah untuk setiap hamba Tuhan dan setiap orang percaya. Namun, tidaklah salah jika kita tetap saling mengingatkan dan saling menasihati sebagai sesama orang percaya.