Konseling yang Menghidupkan Kesadaran Diri
Konseling merupakan percakapan yang mengarahkan seseorang untuk menyadari dirinya (apa yang sedang terjadi di dalam dirinya) dan penyebab mengapa ia merasa, berpikir, dan bertingkah laku seperti itu. Kesadaran diri dalam konteks ini kemudian akan menghasilkan kesadaran akan sebab dan akibat dari tingkah lakunya. Melalui kesadaran ini, orang kemudian dapat menilai apakah sikap, pikiran, perkataan, dan pikirannya benar dan membangun, atau malah sebaliknya merugikan dirinya dan orang lain.
Kesadaran diri adalah sesuatu yang bertahap. Dan konselor yang handal mampu mengarahkan seseorang untuk menemukan kesadaran diri yang penuh. Mulai dari perkataan klien, sikap, nada bicara, cara menatap mata, dan pomsisi duduknya akan mengungkapkan kesadaran dirinya. Kemampuan konselor untuk mengingat, mengaitkan, dan menyimpulkan semua penyingkapan diri klien selama percakapan konseling tersebut. Dan untuk memperoleh gambaran diri klien tersebut, seorang konselor harus memiliki kemampuan untuk mendengar, berempati, mengerti dan menerima yang secara tulus menghargai klien sebagaimana adanya.
Konseling yang Menghidupkan Kesadaran Diri
Orientasi pelayanan konseling kristen adalah bagaimana menolong klien untuk menemukan pemulihan fungsi hidupnya sebagai anggota dalam sebuah masyarakat dan individu Kristen di hadapan Tuhan. Orientasi pelayanan konseling kristen antara lain mencakup fungsi hidup dan hubungannya dengan hukum alam.
Salah satu prinsip pelayanan konseling kristen adalah prinsip yang didasarkan pada keyakinan iman bahwa Allah yang memberikan Firman-Nya kepada kita juga adalah Allah yang menciptakan hukum alam untuk dihidupi. Oleh sebab itu, hukum alam kehidupan yang tidak bertentangan dengan kebenaran Firman juga menjadi hukum alam kehidupan orang percaya. Misalnya, tetang pertanggungjawaban orang dewasa, Alkitab mengatakan bahwa individu yang berhak menikah adalah individu yang sudah dapat terlepas dari kedua orangtuanya (Kej 2:24), yang rajin bekerja (2 Tes 3:10), yang berani membina komunikasi dengan pasangannya (Kej 2:25), yang berkomitmen untuk setia pada keluarganya (1 Tim 3:4-5) dan yang bisa mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya untuk masa depannya (Kej 1:28). Kita menyadari bahwa hal-hal tersebut juga merupakan karakteristik hukum alam untuk pertanggungjawaban orang dewasa, yang mana orang di luar Kristus pun tahu dan menyetujuinya. Dengan demikian, seorang konselor dapat menilai bahwa klien yang mengabaikan atau tidak hidup sesuai dengan hukum kewajaran hidup orang dewasa ini adalah klien yang fungsi hidupnya bermasalah. Meskipun mungkin ia tidak merasa dan bahkan tidak menyadari bahwa hidupnya bermasalah. Klien harus dibimbing untuk mau belajar hidup sesuai dengan hukum alam kehidupan orang dewasa yang bertanggung jawab, yang membuat masalah apapun yang dihadapi tidak pernah dapat diselesaikan dengan baik.
Sebagai contoh, seorang laki-laki datang dengan keluhan masalah istrinya yang dominan suka menguasai dan maunya sendiri. Akibatnya, laki-laki ini tidak betah di rumah dan ingin berpisah dengan istrinya. Ternyata, sebagai laki-laki dan seorang kepala keluarga ternyata ia adalah seorang laki-laki yang tidak dewasa dan masih bergantung pada kedua orangtuanya. Ia tidak mempunyai pekerjaan tetap dan masih membutuhkan bantuan finansial dari orangtua. Ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang tidak pernah memberikan kesempatan untuk dirinya menjadi dewasa dan mandiri. Oleh sebab itu, ia tumbuh menjadi orang yang hidup sesuka hati.
Untuk klien seperti ini, penyelesaian persoalan konseling tidak boleh hanya berorientasi pada pertobatan dan pencegahan terhadap perceraian. Masalah di baliknya masih banyak, antara lain kedewasaan suami dalam hal pengambilan keputusan dan finansial, hubungan suami dan istri yang saling menghargai, dan rekonsiliasi hubungan mereka.
Berbicara mengenai hukum alam kehidupan adalah berbicara mengenai hal yang kompleks. Konselor yang tidak tertarik dan tidak suka mencerna realita kehidupan dan tidak terbiasa merefleksikan pengalaman hidupnya sendiri adalah konselor yang tidak mempunyai kepekaan yang cukup untuk mengenali pelanggaran hukum alam yang (mungkin) dilakukan oleh kliennya. Melalui proses refleksi diri seperti itulah kepakaan akan hukum alam kehidupan akan semakin tinggi. Konselor kemudian akan mampu membedakan antara hukum alam kehidupan yang diciptakan Allah dan hukum alam kehidupan ciptaan manusia. Manusia yang tidak hidup sesuai dengan hukum Allah dan hukum alam tentu akan memiliki masalah di dalam hidupnya. Dan ketidaksesuaian tindakan, perkataan, dan pikiran seseorang dengan hukum-hukum inilah yang perlu diperbaiki atau disesuaikan kembali.