Makna Korban : Ketika Kita Mendekat pada Allah
Apa yang terbersit dalam benak teman-teman ketika mendengar kata korban? Ah, pasti kambing, domba, burung dan masih banyak binatang-binatang lainnya. Bila membaca kitab Imamat, saya yakin teman-teman akan langsung bosan, karena ada terlalu banyak korban ini dan itu, jumlah dan ketentuannya, cara mempersembahkannya dan masih banyak lagi. Kali ini dalam tema Paskah, kita sering mendengar Yesus mati di kayu salib sebagai korban penebus dosa manusia. Apa makna korban yang sebenarnya? Di artikel ini, saya ingin membagikan artikel berhubungan dengan korban, ketika kita mendekat pada Allah.
Apa Makna Pemberian Korban kepada Allah?
Mari kita mulai pembahasan dengan pertanyaan: Mengapa jaman sekarang kita tidak mengenal korban? Mengapa ritual pembakaran korban (berupa binatang) sudah tidak dilakukan oleh umat Kristen pada masa kini?
Kata korban dalam bahasa Ibrani berasal dari kata “korav” yang berarti mendekat, dan sering dipergunakan dalam kalimat mendekat pada Allah. Dalam kitab Imamat, korban yang diberikan dan dibakar di dalam kemah pertemuan, adalah sarana atau tanda yang dipakai untuk membawa orang yang jauh dari Allah mendekat pada Allah.
Dari pengertian diatas, kita bisa memahami bahwa korban berupa binatang yang dibunuh dan kemudian dibakar, hanyalah sebagai sarana atau tanda. Dan itu bukanlah yang terpenting. Pribadi manusia yang dulunya berdosa dan melakukan kesalahan, menyesal dan mengakui semua dosanya, kemudian datang ke kemah pertemuan, mendekat pada Allah dan memohon pengampunan dosa. Korban adalah sarana untuk membuat manusia mendekat pada Allah secara fisik, namun yang terpenting adalah pengakuan dan keinginan hati mendekat pada Allah, kembali pada Allah.
Hati jauh lebih penting daripada korban binatang. Itulah sebabnya Yesus menasihati, “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu” (Matius 5:23-24). Yesus mengutip firman Allah dalam kitab Hosea: “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran” (Hosea 6:6).
Lewat kematian Anak Domba Allah yaitu Yesus di kayu salib, Yesus telah menjadi korban penghapus dosa bagi seluruh dunia. Dan kematian Yesus ini membuat seluruh umat manusia bisa mendekat pada Allah. Tidak hanya secara fisik (ketika tabir Bait Allah terbelah dua, sehingga tidak ada ruang Mahakudus yang tidak boleh dimasuki sembarangan), namun lebih jauh, membuat hati kita mendekat pada Allah. Kita semua yang jauh, kini mendekat pada Allah.
Paulus dengan pandai menjelaskan hal ini dalam suratnya di Efesus. “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus” (Efesus 2:13). “Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa” (Efesus 2:17-18).
Itulah sebabnya ritual pemberian korban sudah tidak dilakukan lagi oleh umat Kristen pada masa kini. Ritual korban bakaran hanyalah sebagai tanda dan sarana untuk menunjukkan pribadi dan hati masing-masing yang mendekat pada Allah. Dan melalui Yesus Kristus, hal ini telah digenapi lewat pengorbananan agungnya di kayu salib, sehingga semua orang kini bisa mendekat pada Allah.
Sumber gambar: ellenlandreth.wordpress.com