Memberi dan Memberi
Hari ini adalah hari pertama sekolah maupun bekerja setelah libur tahun baru. Liburan akhir tahun selama empat hari kini telah berakhir. Jalanan Jakarta kembali padat, sama seperti kereta commuter line yang membawa saya dari Stasiun Manggarai ke Sudirman. Para pekerja dan pelajar kini memulai rutinitas yang sama seperti hari-hari di tahun kemarin. Dalam perjalanan dari Stasiun Manggarai ke kantor, saya merenungkan mengenai rutinitas yang ini.
Untuk apa orang belajar dan bekerja keras sepanjang tahun? Untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan. Lantas kalau sudah beroleh kesuksesan? Punya uang yang cukup, membeli rumah, beli mobil, menikah, punya anak. Lalu, untuk apakah semuanya itu? Supaya berbahagia. Lantas, kapan kita disebut berbahagia atau sudah berbahagia? Untuk sebagian besar orang, ukuran kebahagiaan adalah mempunyai. Orang yang mempunyai pacar, rumah, mobil, uang, jabatan, dan sebagainya adalah orang yang berbahagia. Pokoknya, dengan punya ini dan itu, senang lah hidupnya.
Anggapan itu ternyata patut kita lihat kembali. Apakah setelah memiliki pacar, orang otomatis jadi lebih berbahagia ketimbang sebelum berpacaran? Atau apakah setelah memiliki rumah dan mobil sendiri, orang pasti lebih berbahagia? Mungkin saja iya, mungkin juga tidak. Ada tokh orang yang malah tersiksa dengan pasangannya, atau malah jadi sering ribut dan bertengkar di rumah yang baru. Hanya satu yang pasti, semua orang di dunia ini selalu berupaya untuk bahagia. Segala cara dan upaya dia lakukan untuk mencari dan memperoleh kebahagiaan.
Semua orang di dunia ini selalu berupaya untuk bahagia
Mari kita lihat apa yang Alkitab katakan mengenai kebahagiaan. Di dalam Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus menyebutkan ciri atau ukuran kebahagiaan, yaitu: “orang yang miskin di hadapan Allah” (Mat.5:3), “orang yang berdukacita” (ay. 4), “orang yang lemah lembut” (ay. 5), “orang yang lapar dan haus akan kebenaran” (ay. 6), “orang yang murah hatinya” (ay. 7), “orang yang suci hatinya” (ay. 8), dan “orang yang membawa damai” (ay. 9). Dari sini dapat kita ketahui, ternyata Tuhan Yesus memiliki ukuran kebahagiaan yang berbeda dengan yang dunia kenal. Selain itu, di Kisah Para Rasul 20:25, juga dikatakan, “Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.” Intinya, kebahagiaan bukan terletak pada apa yang kita punyai, melainkan pada apa yang mampu kita beri. Yang berbahagia adalah orang yang mampu memberi, yaitu memberi dirinya kepada Allah dengan melakukan kehendak-Nya juga memberi diri kepada orang lain dengan mengasihi, bersikap lemah lembut, dan membawa damai.
Memberi: Sebuah Resolusi Tahun 2016
Saya cukup tergugah melihat kembali video yang pernah diunggah oleh adik saya di website ini, di dalam tulisan Bagaimana Kalau Saya Ingin Bahagia? Di dalamnya ada sebuah quote seperti berikut:
Being rich is not about how much you have, but how much you give
Quote tersebut kurang lebih berarti, “Menjadi kaya adalah bukan seberapa banyak kamu mempunyai, tapi seberapa banyak kamu memberi.”
Semoga di tahun yang baru ini, tahun 2016, kita dapat memperoleh kebahagiaan. Ukuran kebahagiaan yang tentunya sesuai dengan apa yang dituliskan di Alkitab. Termasuk salah satunya, untuk memberi. Jadi, di tahun 2016 ini, saya memasukkan “memberi” ke dalam resolusi/ hal yang ingin dicapa atau dilakukan. Memberikan tenaga, waktu, dan perhatian kepada teman, sahabat, dan saudara, juga kepada orang-orang yang membutuhkan. Semoga ada banyak kesaksian ataupun pengalaman “memberi” yang dapat saya ceritakan melalui website ini. #memberi
Sumber Video : Youtube
Sumber Gambar : juanquotes