Menjadi Konselor: Menerima dan Mendengarkan
Pelayanan konseling ada di dalam kehidupan kristiani sebagai wujud bahwa karya Allah masih terus berlaku dalam kehidupan ini (Yohanes 5:17). Dan melalui para konselor Kristen, Allah terus berkarya untuk menasihati, membimbing, menolong, dan membebaskan umat Tuhan yang terjerat dalam dosa. Bahkan dalam pelayanan konseling, Roh Kudus juga dapat membukakan hati orang untuk percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Sebuah Contoh Kasus
Saya ingin memulai contoh seperti berikut. Ada seorang anak yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang sangat menuntut dan menekan anak ini. Kemudian ia akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri dan dengan emosi yang meledak-ledak. Ia kemudian mempunyai halangan dalam pergaulan dan kesulitan untuk menemukan jodoh. Kemudian, ia terpaksa menikah dengan orang yang ia tidak cintai. Akibatnya ia menjadi tidak bahagia. Muncul pikiran “apakah ia telah salah pilih istri?” yang membuatnya sangat tertekan dan membenci istrinya.
Mari kita bayangkan jika kasus ini dibawa kepada seorang konselor amatir. Kebanyakan dari mereka akan merespons bahwa membenci istri artinya tidak mengasihi sesama manusia. Juga mengaitkan kepada Firman Tuhan, mengenai apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia. Hasilnya mungkin seolah-olah berhasil. Suami itu akhirnya sadar dan tidak lagi membenci istrinya. Namun, apakah persoalannya sudah selesai saat dia tidak lagi membenci istrinya? Tentu saja tidak. Dalam kondisi ini, yang terjadi adalah perasaan takut untuk membenci istrinya karena perasaan bersalah “tidak mengasihi istrinya”. Dan akar masalahnya sama sekali tidak tersentuh. Ia masih merasa salah memilih istri dan memilih untuk menghukum dirinya dengan cara cuek, tidak perhatian, dan menolak tanggung jawab sebagai seorang suami.
Para konselor amatir sebenarnya tidak mengetahui bahwa masalah yang sesungguhnya masih belum terselesaikan. Masalah “faktor bawaan” yaitu kehidupan masa kecil si suami yang selalu menuntut dan menekan dia. Membenci istri yang sudah dinikahinya adalah dosa dan kesalahan. Namun, itu hanyalah dampak terluar dari respon suami terhadap masalah yang ia hadapi sejak kecil. Membenci istrinya bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi oleh sang suami.
Menjadi Konselor: Apa yang Alkitab Katakan?
Kita harus menyadari bahwa kebenaran Firman Tuhan tidak selalu memakai bahasa doktrinal yang semangatnya untuk mengkonfrontasikan apa yang kita lakukan dengan apa yang dikatakan oleh Allah. Melakukan perintah Tuhan berarti berkat. Melanggarnya berarti hukuman dan kutuk. Kita harus belajar, bahwa Firman Tuhan baru benar-benar menjadi Firman Tuhan saat firman itu menjadi daging, menjadi sosok manusia yang menyapa lembut dan membebaskan kehidupan orang-orang yang berdosa. Tidak heran, saat Yesus menghadapi perempuan yang ketahuan berzinah, Yesus berfirman “Akupun tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yohanes 8:11). Kita juga melihat Daud, saat ia jatuh ke dalam kegelapan dosa, Daud masih dapat merasakan perlindungan Tuhan yang selalu besertanya (Mazmur 23:4).
Alkitab menyajikan fakta bahwa peran konselor yang penuh empati, yang bisa “menerima” dan “mendengarkan” orang lain. Yesus, yang adalah teladan kita dalam dunia konseling, mau mengosongkan diri-Nya dan menjadi sama dengan para klien-Nya yang berdosa, bahkan rela memikul dosa klien-klien tersebut (Filipi 2:5-8). Konselor Yang Agung tidak mengonfrontasi kesalahan klien dengan hukum dan Firman TUhan yang berlaku, melainkan hadir dan menyentuh akar permasalahan terdalam dari klien tersebut. Konseling yang sejati tidak berfokus pada fenomena luar, tetapi merasuk ke dalam hingga ke akar masalah dibalik fenomena tersebut. Konseling bukanlah khotbah, artinya pengetahuan teologi saja tidak cukup untuk melakukan pelayanan konseling.
Sekali lagi, tulisan-tulisan ini saya tujukan untuk melengkapi anak-anak Tuhan yang memiliki talenta dan karunia konseling. Juga kepada mereka yang mau belajar lebih dalam mengenai psikologi dan konseling kristiani, setidaknya untuk diterapkan dalam menghadapi masalah pribadi atau masalah di lingkungan pertemanan mereka. Sekali lagi, konseling kristen bukan memberikan nasihat dan mengonfrontasi kesalahan dengan Firman Tuhan. Konseling kristiani adalah menerima dan mendengarkan orang lain layaknya Yesus melakukannya dua ribu tahun lalu. Lalu perlahan menyelesaikan akar masalahnya.
Sumber gambar : christiancounseling.guru