Menjelang Ulang Tahun Pernikahan Papa dan Mama ke-30
Hari ini Senin tanggal 10 Oktober 2016, 29 tahun sudah papa dan mama menikah. 29 tahun berlalu sejak hari ketika papa dan mama menikah di HKBP Pondok Bambu. Foto-foto yang ada di album masih ada dan sudah kami digitalisasi supaya tidak rusak dimakan usia. Adik dan saya (yang ada di Jepang sekarang) sangat bersyukur atas penyertaan Tuhan Yesus selama ini. Keluarga yang rukun dan damai dapat menjadi contoh dan teladan bagi saudara yang lain khususnya bagi kami sendiri, anak-anak papa dan mama. Dan tulisan ini saya buat spesial, satu tahun menjelang Ulang Tahun Pernikahan Papa dan Mama ke-30 tahun depan.
Bicara soal keluarga yang rukun dan damai sebenarnya bukan bicara kehidupan keluarga yang tanpa masalah atau “semuanya berjalan sesuai dengan rencana”. Sudah saya katakan dalam tulisan saya mengenai Asyiknya Ketidakpastian, masalah dan hal-hal yang terjadi tidak sesuai dengan rencana itulah yang membuat hidup kita menjadi “hidup”. Keluarga yang rukun dan damai adalah bagaimana kita bicara manajemen konflik dan menyelesaikan masalah yang terjadi. Komponennya hanya ada tiga: solusi yang ditawarkan, ada pihak yang mau saling mendengar, dan juga kerjasama atau keinginan untuk menyelesaikan masalah.
Saya sudah pernah menjabarkan langkah-langkah untuk Menyelesaikan Konflik, lengkapnya teman-teman bisa langsung membacanya. Namun, yang saya ingin bagikan adalah bagaimana keluarga kami menyelesaikan konflik selama ini. Konflik-konflik yang terjadi biasanya sih terjadi karena saya ribut dengan adik saat kecil dulu (soal tempat tidur, makanan, buku, atau saat bermain). Atau juga konflik karena kami tidak nurut atau taat dengan apa yang disuruh papa atau mama. Sering juga saat mama marah karena kami tidak mau membantu saat mama sedang mama sedang masak makanan untuk acara keluarga (Papa dan Mama sering disuruh masak atau membawa makanan jika ada acara keluarga, seperti arisan atau kumpul-kumpul biasa, acara lahiran anak, atau mangapuli, gitu yang biasa dilakukan dalam adat istiadat Batak).
Yesus sudah memberikan teladannya kepada kita: ia mengajar dan mendidik murid-murid-Nya. Yesus juga mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang sakit dan menderita. Ia juga taat kepada perintah Bapa-Nya. Apa pun peranan kita dalam keluarga, kita semua bisa mengikuti teladan Yesus. Jadi, suami, istri, orang tua, dan anak-anak, ikutilah teladan Yesus! Menyambut dan melakukan teladan Yesus membuat kita bisa memiliki keluarga yang bahagia.
Dalam tulisan saya mengenai Aku Mau Berbahagia!, saya sampaikan bahwa kebahagiaan bukanlah mengenal sesuatu yang kita cari dan akhirnya kita peroleh. Kita bahagia, kita senang. Bukan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang kita pancarkan ke luar. Kebahagiaan yang kita pancarkan karena kita telah beroleh kebahagiaan sejati saat kita menerima banyak dari Tuhan dan memberikan banyak pula kepada sesama kita yang lain. Begitu juga dengan keluarga yang bahagia. Kita bisa menularkan kebahagiaan dan damai sejahtera bagi keluarga-keluarga lain yang ada di luar sana.
Nah, momen ulang tahun ke-29 tahun 2016 ini terasa spesial. Sehari sebelumnya, papa mama dan saya berkunjung ke tempat Tulang Iren. Random sih, karena Mamatua Friska tiba-tiba mengajak kami untuk berkumpul di rumah tulang. Kami ngobrol-ngobrol mengenai banyak hal. Saya pun ngobrol dengan Kak Ika, Kak Iren, dan Nikita. Soal pekerjaan, soal film, soal kuliah saya, maupun banyak hal lainnya (saking banyaknya saya lupa, hehe). Sesekali, kami membahas dan tertawa untuk suatu hal sambil makan kue klepon dan nangka. Kami lalu malam bersama dan makan nangka bersama. Sungguh menyenangkan bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain, dengan keluarga yang lainnya. Saya bersyukur punya keluarga yang baik dan saling mendukung satu sama lain.
Satu tahun kembali berlalu, dan kini pernikahan papa-mama sudah menyentuh angka 29 tahun. Wah, tahun depan ulang tahun ke-30, semoga jadi sesuatu yang berbeda. Apalagi adik dan saya juga sudah akan berada di Indonesia. Terus berdoa dan terus berjuang menjadi keluarga yang takut akan Tuhan dan juga memancarkan kebahagiaan bagi orang lain.
Ijinkan saya menutup tulisan ini dengan sebuah lagu yang sering keluarga besar kami (baik Sihombing maupun Banjarnahor) nyanyikan saat sedang kumpul keluarga.
Bergandengan tangan, dalam satu kasih
Bergandengan tangan, dalam satu iman
Saling mengasihi, di antara kami
Keluarga kerajaan Allah
Terima kasih untuk Tuhan Yesus. Terima kasih untuk papa dan mama.