Menyayangi Anak-Anak
Tulisan ini diilhami oleh pengalaman yang saya rasakan bersama dengan teman baik atau mungkin juga sahabat saya. Jadi sebelumnya, saya ucapkan beribu terima kasih kepada dirinya melalui tulisan ini karena telah mengingatkan saya akan pentingnya sebuah ketulusan untuk menyayangi anak-anak. Terima kasih buat kesempatan bisa merasakan pengalaman yang baik bersama dengan dirimu, Erika Mellina.
Belajar Menyayangi Anak-Anak
Hidup dekat dengan anak-anak sebenarnya sudah mendarah daging di dalam kehidupan saya. Mungkin juga dengan adik saya. Sejak kecil, mama sudah sering memberikan teladan tentang bagaimana menyayangi anak-anak, terkhusus bagi yang kurang beruntung. Jadi kisahnya dulu, mama sering memberikan makanan bagi anak-anak jalanan yang melintas di depan rumah. Saya ingat pernah ada suatu makanan (lupa, makanannya apa), ketika adik saya dan saya ingin memakannya, mama kemudian mengambilnya sedikit kemudian memberikan kepada anak-anak jalanan yang baru saja dipanggilnya. Wah, saya berpikir, “Mama kok gitu sih, orang anaknya mau makan, eh malah dikasih.”
Ada juga kisah ketika mama secara sengaja membeli makanan untuk kemudian diberikan kepada anak-anak kecil ketika kami sedang bepergian bersama. Dulu mungkin saya bingung mengapa mama melakukan hal itu, bukannya itu suatu pemborosan? Harusnya uang atau makanannya dapat dimakan, eh, malah diberikan kepada orang lain yang bahkan tidak kami kenal.
Seiring berjalannya waktu, saya mengerti bahwa mama telah memberikan pelajaran yang begitu berharga di dalam kehidupan saya. Begitu juga dengan adik saya. Kami belajar untuk dapat menyayangi anak-anak. Menyayangi mereka, khususnya yang mungkin tidak seberuntung saya. Pengalaman-pengalaman yang membentuk saya menjadi pribadi yang “perhatian” kepada anak-anak, setidaknya itu yang dinilai oleh beberapa teman di dalam pelayanan Sekolah Minggu dahulu. Turut serta dalam pelayanan kepada anak-anak kecil juga adalah sebuah pengalaman yang tidak ternilai dalam kehidupan saya. Mengapa? Karena saya dapat belajar dinamika anak-anak. Jujur saya tidak pernah mengikuti pelatihan-pelatihan terkait menjadi guru sekolah minggu seperti yang seharusnya, namun Tuhan memampukan saya. Kemampuan yang saya sadari berasal dari pengalaman-pengalaman masa kecil bersama dengan mama saya. Terima kasih Mama!
Lantas, cerita ini kemudian berlanjut dengan pengalaman saya beberapa hari terakhir ini. Tanggal 13 Januari 2013, sepulang dari gereja sore di GKI Maulana Yusuf, saya makan bersama dengan Erika dan Ervan. Singkat cerita, setelah memesan menu favorit Erika yaitu capcay, kami berbincang-bincang bersama sambil menunggu pesanan makanan datang. Saya duduk di depan Erika, dan Ervan di sebelah kiri saya. Tiba-tiba Erika memanggil seorang anak kecil, untuk bergabung bersama dengan kami. Saya terkejut malam itu. Bukan karena ada seorang anak kecil yang berpakaian kotor bergabung bersama dengan kami, melainkan karena apa yang Erika lakukan. Ia melakukan seperti ingatan saya akan mama di masa lampau. Belasan tahun lalu ketika ia menawarkan makan kepada anak-anak jalanan.
Hati saya terenyuh sesaat. Hampir saya meneteskan air mata saat itu ketika Tuhan memberikan saya kesempatan terlontar ke masa lalu. Melihat apa yang dilakukan mama saya. Melihat apa yang dilakukan oleh Erika. Anak itu memilih menu nasi goreng, jujur saya lupa namanya, mungkin karena tidak begitu fokus di malam karena sedikit kelelahan. Kami kemudian saling bertukar jawab, bertanya mengenai kegiatan, sekolah, keluarga dan tempat tinggal anak itu. Erika sudah mengenal anak tersebut karena ia pernah datang ke Steak-Stack (tempat makan yang Erika kelola). Erika begitu hangat dan dekat dengan anak kecil, persis seperti apa yang pernah mama ajarkan dan teladani kepada adik saya dan saya.
Erika juga bercerita mengenai pelayanan kepada anak-anak yang ia tekuni selama ini. Benar, dia adalah Guru Sekolah Minggu di GKI Maulana Yusuf dan juga tergabung dalam Komisi Anak juga. Ia rela berkorban dan begitu menyayangi anak-anak. Ia juga perhatian dan tahu persis cara untuk memenangkan hati seorang anak, tanpa terkecuali. Dan yang terpenting, Erika tidak pandang bulu, tidak membeda-bedakan, mau orang kaya atau anak jalanan, Erika tetap menjadi kakak terbaik yang pernah saya temui di dunia ini.
Sebenarnya air mata saya hampir menetes malam itu, tetapi untuk beberapa alasan yang saya mencoba untuk menahannya. Jujur saya katakan kepada Erika beberapa malam berikutnya saya begitu bersyukur kepada Tuhan karena bisa mengalami pengalaman bersamanya. Melihat kembali sosok Mama yang begitu perhatian dan menyayangi anak kecil melalui apa yang dilakukan Erika. Pengalaman kembali mengingatkan saya untuk mau lebih memberikan waktu kepada orang lain khususnya untuk menyayangi anak-anak.
Terima kasih Mama.
Terima kasih Erika.
Terima kasih Tuhan Yesus.
Sumber gambar: Blogspot