Mujizat Persahabatan (The Miracle of Friendship)
Sampai sekarang saya terkagum-kagum mendengar cerita tentang orang lumpuh yang diturunkan dari atap untuk disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Sudah berulang kali saya mendengar cerita ini, dan semakin lama saya semakin mengagumi inti cerita ini sesungguhnya. Saya mengagumi bagaimana ia disembuhkan, tapi saya lebih kagum lagi bagaimana ia dibawa ke tempat itu. Ia digotong oleh keempat temannya. Itu pasti berat. Rumahnya mungkin jauh dari tempat Tuhan Yesus berada.
Kemudian tempat itu sudah dipenuhi banyak orang sehingga tidak ada lagi jalan masuk. Untungnya keempat temannya tidak kehabisan akal. Mereka kemudian menggotong orang lumpuh itu naik ke atap. Kemudian mereka mengikat tilam pembaringan orang lumpuh itu dengan empat utas tali. Sesudah itu mereka membuka atap. Lalu mereka mengulur tali itu dan menurunkan orang lumpuh itu perlahan-lahan ke lantai dasar. Itu pasti susah. Pasti harus berhati-hati dan seimbang. Bayangkan betapa susahnya menurunkan orang sakit yang terbaring di tilam dengan tali dari atas rumah. Kalau salah satu utas tali itu terlalu cepat turunnya, pasti tilam itu miring dan orang itu jatuh. Atau apa jadinya kalau satu utas tali itu putus. Tapi ternyata mereka berhasil. Hebat sekali. Bukan main cakapnya para sahabat orang lumpuh itu.
Tapi sekarang baiklah kita melihat dahulu apa yang tertulis dalam Markus 2: 1-12 tentang kejadian ini. Markus mencatat bahwa pada saat itu Tuhan Yesus sedang memberitakan firman atau sedang mengajar. Di tengah kegiatan mengajar itulah tiba-tiba terjadi gangguan mengejutkan. Secara tiba-tiba ada tilam diturunkan dengan tali dari atas atap. Di tilam itu terbaring seorang lumpuh. Langsung semua orang menoleh ke situ. Mereka tidak lagi memperhatikan Yesus. Berarti, pengajaran Yesus terputus dan terganggu.
Lalu apa reaksi Tuhan Yesus? Ternyata Ia bisa menerima gangguan itu. Ia terkejut pada apa yang terjadi. Lalu Tuhan Yesus memberikan pujian tentang iman. Iman siapa yang dipuji? Markus mencatat, “Ketika Yesus melihat iman mereka…”( Markus 2:5). Di sini dipergunakan kata mereka. Tuhan Yesus memuji iman mereka. Siapa mereka di sini? Itulah teman-teman orang lumpuh itu. Yesus menilai perbuatan mereka adalah perbuatan iman.
Sungguh menarik bahwa perhatian Yesus tertuju pada teman-teman orang lumpuh itu. Mereka masih ada di atas atap. Mereka tidak bisa turun. Mereka menatap dan menunggu di atas. Rupanya Tuhan Yesus juga langsung melihat ke atas. Tuhan Yesus bisa melihat mereka, dan mungkin memperhatikan wajah keempat teman orang lumpuh itu. Mereka mungkin saja takut, sebab mereka mengganggu Tuhan Yesus yang sedang mengajar. Namun di wajah mereka juga tampak keinginan agar teman mereka yang lumpuh itu dapat disembuhkan. Tuhan Yesus menatap wajah mereka. Lalu Tuhan Yesus melihat ke bawah dan menatap wajah orang lumpuh itu yang tampak cemas dan tidak berdaya.
Sungguh beruntung orang lumpuh itu. Ia mempunyai teman-teman. Mereka itulah yang menggotong ia, membawanya kepada Yesus. Mereka memberi semangat dan pengharapan. Hidup terasa bermakna lagi. Tanpa teman-teman ini, orang lumpuh mungkin hanya terkulai seorang diri di rumah tanpa pernah ada harapan untuk sembuh.
Itulah indahnya sikap bersahabat. Bersikap sebagai sahabat adalah karunia tersendiri. Seorang sahabat adalah dia yang menerima kita sebagaimana adanya. Ia mengetahui kelemahan kita dan menolong kita mengatasinya. Ia mengagumi keunggulan kita dan memetik pelajaran dari keunggulan kita itu. Hanya orang yang berjiwa besar bisa bersikap bersahabat. Ia bersih dari iri dan dengki. Ia sama sekali tidak punya pikiran untuk menjegal atau menjatuhkan orang lain, selalu berpikiran baik.
Kualitas bersahabat seperti itu tidak terdapat pada setiap teman. Bisa saja kita sebagai siswa mempunyai 100 teman, namun teman sejati bisa dihitung dengan jari. Di akhir tahun pelajaran ini, mungkin kita akan berpisah, tidak lagi bertemu satu sama lain. Tapi saya percaya, sampai puluhan tahun kemudian sahabat sejati seperti itu kita kenang dengan rasa terimakasih.
Saya mengenang beberapa sahabat saat di masa sekolah. Mereka membantu saya di sekolah ini, mulai dari menyelesaikan tugas, mempersiapkan ujian, dan banyak hal lainnya. Satu hal yang secara khusus saya dapatkan adalah saat kita semua dapat saling bersekutu dan beribadah dalam Tuhan Yesus lewat persekutuan Rokris di sekolah ini. Kita boleh sama-sama bertumbuh dalam Tuhan dan dikuatkan setiap hari. Kita boleh melakukan doa pagi, doa siang, dan kebaktian-kebaktian lainnya dayang menguatkan iman saya.
Persahabatan memang indah. Hal itu pasti juga diraskan oleh orang lumpuh dalam cerita kita. Mungkin sampai puluhan tahun ia tetap mengenang mereka yang terengah-engah menggotong ia ke atas atap. Tangan-tangan itu. Tangan-tangan kuat. Tangan-tangan yang berbelas kasih. Tangan-tangan para sahabat. Persahabatan memang mengagumkan. Alangkah bedanya sikap bersahabat dari sikap bermusuhan. Hidup pasti menjadi damai oleh sikap saling bersahabat.
Kini orang lumpuh itu sehat sejahtera. Ia telah mengalami mujizat penyembuhan. Namun sebelum itu ia sudah mengalami mujizat yang lain, yaitu …mujizat persahabatan.
1 thoughts on “Mujizat Persahabatan (The Miracle of Friendship)”