Perjuangan Ibu Kartini
Ibu kita Kartini Putri Sejati
Putri Indonesia Harum Namanya
Wahai Ibu kita kartini Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya Bagi Indonesia
Kita semua menghormati Raden Ajeng Kartini. Buktinya setiap tanggal 21 April yang merupakan hari lahirnya Kartini, kita merayakannya dengan gembira. Anak-anak di sekolah dasar menggunakan pakaian daerah masing-masing, pergi ke sekolah dan merayakan Hari Ibu Kartini. Ibu-ibu juga bersolek, bersanggul dan menggunakan kebaya, mempercantik diri di hari Peringatan Emansipasi Wanita. Dengan melakukan itu, banyak orang yang merasa telah menghormati Ibu Kartini.
Tapi tahukah teman-teman kalau mengidentikkan Ibu Kartini dengan sanggul dan kain kebaya justru menyempitkan makna perjuangan Kartini?
Kartini berobsesi memajukan perempuan Indonesia bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Obsesi Kartini adalah memajukan perempuan dengan buku, yaitu agar perempuan suka membaca buku! Dia melihat teman-teman Belandanya maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh sebab itu, ia ingin agar perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca.
Bagaimana cara Kartini meningkatkan minat baca kaum perempuan Indonesia? Kartini melakukannya dengan cara menulis sebanyak-banyaknya. Dalam hidupnya sesingkat 25 tahun, ia menulis ratusan novel, reportase, puisi, esai, nota, dan surat. Semuanya dalam bahasa Belanda yang sempurna.
Sungguh ironis bahwa kita mengaku diri menghormati Ibu Kartini namun tidak mengenal buku-buku karangannya. Yang kita kenal hanyalah Habis Gelap Terbitlah Terang. Tetapi itu pun hanya judulnya. Cobalah jujur pada diri sendiri, pernahkah membaca buku itu?
Ibu Kartini adalah pendekar. Ia bukan pendekar busana, melainkan pendekar sastra. Dia berjuang bukan agar kaum perempuan suka berkain kebaya, melainkan agar suka membaca.
sumber gambar : blogspot