Refleksi Kepergian Tulang Jio
Tulang Jio adalah abang mama yang paling tua. Perlu diketahui, sebutan Tulang adalah panggilan kepada seluruh saudara laki-laki mama dalam bahasa dan adat suku Batak. Tulang Jio yang membawa Tulang Iren, Mamatua Cilacap, Mamatua Friska, mama, Tante Sima, dan Tulang Palar menuju ke Jakarta waktu itu, sekitar tahun 1978. Tulang Jio bersama dengan Tulang Iren kemudian berbagi tanggung jawab untuk menyekolahkan adik-adiknya. Kisah berlanjut terus hingga akhirnya masing-masing menikah dan berkeluarga. Tulang Jio menetap di Depok. Tulang Iren di Duren Sawit, Jakarta. Kemudian Mamatua Cilacap tinggal bersama Bapatua di Cilacap. Mamatua Friska dan Tante Sima di Medan. Tulang Palar dan mama tinggal di Bekasi. Tulang Jio bisa dibilang menjadi orangtua atau Bapak bagi seluruh adik-adiknya setelah kematian Ompung Doli tahun 1988. Itulah mengapa mama selalu menghormati Tulang Jio, juga selalu mengingatkan adik dan saya mengenai makna penting bersaudara dan saling mendoakan.
Sejak kecil juga kami sering diajak mama dan papa untuk berkunjung ke Depok. Dulu beberapa kali kami pergi ke Depok dengan naik kereta api dari Stasiun Tebet. Beberapa kali kami juga berkunjung bersama dengan keluarga Tulang Iren dan yang lain ketika momen pergantian tahun. Memang, momen tahun baru kerap menjadi momen tempat berkumpul keluarga besar, khususnya yang ada di Jabodetabek. Tulang Jio biasanya yang memimpin acara ibadah di malam pergantian tahun itu.
Kepergian Tulang Jio
Tulang Jio meninggal pada 1 Juli 2007 atau sudah tujuh tahun yang lalu. Hari itu hari minggu, adik dan saya berada di rumah berdua saja. Mama dan Papa sudah berangkat dari subuh membawa banyak nasi dan lauk serta mentimun untuk saudara-saudara yang menjenguk dan menunggui Tulang Jio di Rumah Sakit Pasar Rebo. Jumat siore, Tulang Jio terkena serangan jantung. Mama sendiri yang memperoleh kabar tersebut melalui telepon. Mama dan Papa tidak dapat langsung menuju ke rumah sakit karena ada kebaktian di rumah.
Saya dan adik yang sedang menggoreng kentang langsung tidak nafsu makan lagi. Kami yang biasanya berebut kentang goreng hari itu tidak bersemangat untuk menghabiskan kentang di sore itu. Kak Iren menelepon ke rumah mengabari bahwa Tulang Jio sudah meninggal. Tidak berselang lama, Papa juga menelepon untuk bersiap-siap agar nanti dijemput dan menuju ke Depok.
Waktu berlalu dengan cepat hingga akhirnya kami di Depok keesokan harinya. Saya, adik, Bang Niko, dan Bang Agus yang menuliskan salib untuk kuburan Tulang hari senin itu. Hingga akhirnya, Tulang dikuburkan di pemakaman Kalimulya, Depok.
Refleksi Kepergian Tulang Jio
Bagi banyak orang kematian mungkin adalah hal yang paling buruk dalam hidup. Mati itu identik dengan habis, selesai, tidak bisa apa-apa lagi. Mati itu identik dengan berpisah dan tidak bisa bertemu lagi untuk selama-lamanya. Mati adalah akhir, tamat, tidak tersisa. Makanya ada yang menggelar peringatan 7 hari, 40 hari, 1 tahun kematian orang-orang yang dikasihinya.
Namun bagi kita yang percaya kepada Yesus, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan. Kematian sesungguhnya adalah waktu-waktu yang kita nantikan selama kehidupan kita. Saat-saat di mana kita dapat memulai kehidupan yang jauh lebih indah dan menyenangkan bersama dengan Allah. Kematian adalah saat di mana Allah memutuskan menjemput kita agar kita bisa hidup bersama dengan Dia–yang telah menciptakan kita. Saya percaya bahwa Tulang Jio sudah berbahagia bertemu dengan Bapa di Sorga. Dan kelak, saya dan Anda juga akan mengalami hal serupa.
Bagaimana pandangan teman-teman tentang kematian? Jika teman-teman merasa takut dan kuatir akan kematian, itulah saatnya teman-teman berubah. Dengarkanlah tentang Yesus dan percayalah pada-Nya. Pandangan bahkan hidup teman-teman akan diubahkan oleh Yesus.
Tuhan Allah beserta engkau
sampai bertemu kembali;
kasih Kristus mengawali,
Tuhan Allah beserta engkau!
Refrein:
Sampai bertemu, bertemu,
sampai lagi kita bertemu;
sampai bertemu, bertemu,
Tuhan Allah beserta engkau!
KJ 346 – Tuhan Allah Beserta Engkau
Syair: God Be with You, Jeremiah Earnes Rankin, 1880,
Terjemahan: Yamuger, 1978,
Lagu: William G. Torner, 1883
Catatan: Lokasi kuburan Tulang Jio di Pemakaman Kalimulya Depok (wikimapia.org)
Sumber Gambar : Koleksi Foto Facebook