Terlalu Diberkati
Saat bepergian setiap hari dari rumah menuju ke sekolah di daerah Menteng dan sebaliknya, saya dan adik sering sekali dilingkupi oleh rasa khawatir. Khawatir bus yang penuh sehingga kami sulit untuk turun nanti. Khawatir akan kepadatan lampu lalu lintas. Khawatir akan ban sepeda motor yang sewaktu-waktu kempes. Juga khawatir akan hujan lebat yang turun di saat kami berangkat.
Rasa khawatir itu baru akan lega ketika kami sudah tiba di sekolah atau saat hari Minggu atau libur. Meski demikian, saya dan adik selalu diingatkan untuk selalu bersyukur dan tetap percaya kepada Tuhan Yesus. Kami ditantang untuk selalu memikirkan sisi lain dari perjalanan mengelilingi dunia yang kami tempuh selama bersekolah dahulu.
Rasa-rasanya kehidupan selama enam tahun selama SMP-SMA telah banyak menempa mental dan hidup saya dan adik saya. Kini, saya cenderung lebih tenang dan tidak mudah panik untuk suatu masalah yang datang tiba-tiba. Itu juga yang membuat saya dapat berpikir jernih dan selalu dapat melihat dari sisi positif masalah. Kami berdua sungguh terlalu diberkati. Ya, terlalu diberkati.
Terlalu Diberkati Tuhan
Allah telah begitu baik kepada kami lebih dari yang bisa saya perhitungkan. Sekolah di SD yang jauh dari hingar bingar kota, Tuhan Yesus memberikan kami kesempatan untuk dapat menuntut ilmu di SMP terbaik di Jakarta. Melalui segala jenis tes bahkan keajaiban pembayaran uang masuk sekolah dan membeli seragam telah membuat saya sadar berkat Tuhan ini amatlah besar. Penyertaan Tuhan sepanjang perjalanan pulang di mana setiap hari Senin dan Rabu kami harus pergi ke tempat les juga menjadi “mujizat” yang amatlah luar biasa. Bahkan hingga bisa bertahan dan lulus dengan nilai yang memuaskan di tengah-tengah banyaknya orang-orang pintar menjadi tuntutan bagi saya untuk bersyukur. Saya merasakan betul terlalu diberkati oleh Tuhan.
Siapakah saya Tuhan? Siapakah saya sampai Engkau begitu terlalu memberkati saya dan keluarga saya?
Mazmur 107 adalah sebuah nyanyian dari Raja Daud yang berusaha mengingatkan kita untuk selalu bersyukur. Dalam ayat ke-1, “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selamanya kasih setia-Nya” dan ayat ke-8,15, 21,dan 31, “Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia” seakan-akan menegur kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan.
Memang begitu mudah untuk bersyukur kepada Tuhan pada masa-masa yang bahagia dan menyenangkan. Namun, selalu saja sulit untuk bersyukur di tengah-tengah dukacita atau hal yang tidak kita inginkan. Namun saya belajar satu hal dari pengalaman di masa lampau, bersyukur adalah sebuah pilihan. Bebas untuk dilakukan atau tidak. Bedanya hanya satu saja: bersyukur memberikan kita semangat dan tambahan tenaga untuk menghadapi hal-hal buruk atau yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Tidak bersyukur cenderung membuat kita menjadi semakin lemah dan putus asa. Jadi mau pilih yang mana? Kalau saya mau pilih bersyukur! Bersyukur karena saya terlalu diberkati.
Berkat Tuhan mari hitunglah, Kau ‘kan kagum oleh kasih-Nya.
Berkat Tuhan mari hitunglah, Kau niscaya kagum oleh kasih-Nya.
(KJ. 439)