Belajar Menjadi Yonathan Mengasihi dan Setia
Yonathan adalah salah satu pribadi di dalam Alkitab yang jarang dibahas. Yonathan adalah anak dari Raja Saul, raja pertama Israel yang berasal dari Suku Benyamin. Sekilas, kisah hidup Yonathan adalah sebuah kisah seorang pangeran ideal: anak sulung raja yang berkuasa, sudah pasti ganteng, mahir dalam menggunakan senjata, dan secara adat istiadat yang berlaku, dia adalah orang yang berhak menjadi raja berikutnya. Eits, jangan berpikir Yonathan adalah tipe anak raja yang manja. Dia juga adalah seorang pahlawan yang sangat gagah berani dalam melawan bangsa Filistin (1 Samuel 13-14) dan sangat setia kawan. Ini dibuktikan dengan pilihannya untuk tetap menjadi sahabat Daud meskipun dia tahu bahwa Daud dan keturunannya sudah ditentukan untuk menggantikan Saul sebagai Raja Israel. Ini dia mengapa ada banyak orangtua yang menamai anaknya menjadi Yonathan? Karena kita bisa belajar menjadi Yonathan mengasihi dan setia.
Yonathan mempunyai sesuatu warisan yang sungguh berharga pada zaman itu: dia akan menjadi seorang raja. Pastilah banyak di antara umat Israel berpendapat, bahwa dia adalah seorang yang patut dikagumi dan dihormati. Bayangkan saja, dia adalah keturunan raja, seorang pahlawan perang yang sangat gagah berani untuk mati demi Tuhan dan bangsanya, dan setia kawan. Semua penduduk Israel yang melihatnya tentu mau dipimpin oleh Yonathan suatu hari nanti.
Namun, suatu hari Saul, ayahnya, memutuskan untuk tidak taat kepada Tuhan. Akibatnya, Tuhan melalui Samuel mencabut hak kerajaan Saul dan keturunannya. Janji Tuhan kepada dinasti ini batal karena ketidaktaatan Saul. Dapat dibayangkan betapa kecewa, marah dan pahit hati Yonathan pada saat mendengar hal itu. Mungkin saja Yonathan menangis dan meratapi semua mimpi-mimpinya yang hilang dalam sekejab, terlebih itu karena kesalahan orang lain–ayahnya sendiri!
Sebagai sahabat karib Daud (1 Samuel 18:2-3), Yonathan pasti mendengar bahwa penduduk Israel sangat mengasihi dan memuja Daud (1 Samuel 18:6-7). Selain itu, dari kabar yang beredar tentu ia tahun bahwa Daud yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai Raja Israel.
Apakah yang Yonathan lakukan? Dia tidak berusaha menghalang-halangi, malah dia mendukung Daud untuk menggapai janji Allah melalui Nabi Samuel. Dibalik kesedihan dan kekecewaannya, Yonathan bisa melihat bahwa semua yang terjadi adalah rencana Tuhan yang lebih besar. Calon Raja Israel terbesar adalah sahabatnya sendiri. Ia tidak iri hati atau malah menghindar. Ia mau terus belajar mengasihi dan setia menjalani hidupnya sesuai dengan rencana Tuhan.
Marilah belajar menjadi Yonathan, untuk tetap bisa mengasihi Allah sekalipun rasanya ada banyak kejadian dalam hidup yang tidak sesuai harapan atau rencana kita. Marilah berdoa untuk mengerti, memilih dan taat kepada rencana-Nya. Bukan saja cukup menerima Yesus sebagai Juruselamat dan pergi ke gereja dan membaca Alkitab. Lebih dari itu, kita mau berdoa supaya rencana-Nya terlaksana sepenuhnya dalam hidup kita. Apapun yang harus terjadi, biarlah Dia makin bertambah, diriku makin berkurang! Seperti yang dituliskan oleh Paulus, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.”
Kisah hidup yang akhirnya berakhir tragis saat Saul dan Yonathan kalah dan meninggal dalam peperangan. Namun, sebuah perjanjian untuk menjadi sahabat selamanya kini diteruskan kepada keturunan selanjutnya. Mefiboset, anak Yonathan, akhirnya menerima sesuatu yang baik dari persahabatan ayahnya dan Raja Daud. Persahabatan yang baik tidak hanya membawa dampak baik kepada orang-orang yang menjalani persahabatan itu, namun juga kepada orang-orang di sekitar mereka, bahkan sampai keturunan mereka.