Diakah Pasangan Hidupku?-3
Pengantar: Setelah resmi berpacaran dengan Bertha Sianipar (simak kisah awal pertemuan saya dengan Bertha), saya sedikit banyak jadi terbeban untuk berbagi kisah mengenai teman hidup atau pasangan hidup. Salah satu yang buku yang cukup berkesan bagi saya adalah buku “Diakah Pasangan Hidupku?” maka ijinkan saya mengutip dan membagikan beberapa hal yang saya bisa pelajari dari buku ini, semoga bisa jadi bahan pemikiran dan dasar pertimbangan teman-teman yang sedang bergumul dalam masalah klasik para remaja dan pemuda kristen: Diakah Pasangan Hidupku?
Baca juga:
Apakah memiliki perbedaan faktor ekonomi yang terlalu jauh?
Perbedaan kemampuan ekonomi yang terlalu jauh akan mempengaruhi kehidupan pernikahan, apalagi jika si pria lebih rendah, sebab pria cenderung mengukur harga dirinya dari segi keberhasilan ekonominya. Sewaktu menikah dengan wanita yang status ekonominya jauh melampaui dirinya, biasanya dia akan minder. Seorang yang minder dapat mempunyai dua perilaku yang ekstrim, pertama: dia menjadi sangat penurut, mengikuti semua kehendak si istri dan keluarganya, kedua: justru kebalikannya, ia melarang si istri dekat dengan keluarganya, memerintah si istri, dan menjadi bos atas istrinya. Perbedaan faktor ekonomi juga tentu sudah terasa sejak masih pacaran.
Apakah problem masa lalu telah diselesaikan dan dituntaskan?
Sebaiknya ia mengetahui dengan jelas siapa kita, termasuk masa lalu kita. Kalau masa lalu kita sangat kelam, misalnya sebelum bertobat kita hidup dalam kehidupan seksual yang sangat bebas, akuilah dengan jujur karena ini penting untuk diketahui oleh pasangan kita. Jangan sampai sesudah menikah baru istrinya tahu, “oo … itu pacarmu dulu, oo … itu juga pacarmu yang dulu, oo … itu bekas pacarmu lagi ” Si istri akan bingung, berapa banyak mantan koleksi suaminya dahulu. Tidak perlu menjelaskan secara rinci apa saja yang dilakukan saat itu karena dapat mengganggu memori atau ingatan pasangan kita untuk waktu yang lama. Cukuplah menjelaskan masa lalu secara garis besar. Jadi, tidak usah membangkit-bangkitkan semua yang telah terjadi, hal itu sangat tidak bijaksana sebab terkadang dapat dijadikan alasan untuk bertengkar.
Dapatkah menghadapi dan menyelesaikan pertengkaran bersama-sama?
Dalam masa pacaran, pertengkaran tidak harus dihindari sebab ada yang berkonsep bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan yang bebas dari pertengkaran. Hubungan yang sehat bukanlah hubungan yang bebas dari pertengkaran dan juga bukanlah yang sarat dengan pertengkaran, keduanya tidak sehat. Indikasi hubungan yang sehat adalah hubungan yang kadang-kadang ada pertengkaran, tapi yang pasti bisa diselesaikan.
Kunci hubungan pacaran yang baik adalah bagaimana pria dan wanita bisa duduk bersama dan menyelesaikan maslaah bersama-sama. Tuntas, dan ada pengampunan dan penerimaan. Hubungan yang tidak mampu menyelesaikan masalah sebetulnya adalah hubungan yang sangat lemah. Kadang kala orang menganggap suatu masalah selesai karena keduanya sudah terlalu lelah bertengkar, “Ya sudah … terserah kamu!” Dua tiga hari kemudian pertengkaran itu hilang lalu muncul lagi. Masalah yang ada diabaikan dan dipendam sendiri terus-menerus.
Benar ada hikmat dari Tuhan untuk memilah-milah, mana masalah yang ingin di-sharing-kan kepada pasangan, mana yang bisa diselesaikan sendiri. Namun, hendaknya sikap saling terbuka dan menerima masukan selalu ada. Misal, pihak wanita berkeluh kesah tentang suatu masalah. Meskipun pria menganggap bukan suatu masalah besar, namun bukan berarti pria tidak mau mendengarkan, kan?
Dapatkah saling merencanakan masa depan bersama?
Masa depan bersama adalah hal yang baik untuk dibicarakan, jadi keduanya harus membicarakan aspirasi mereka ke depan. Sangatlah penting saling bertanya dan membahas keinginan mendatang, apa kerinduan dalam hidup ini, apa yang perlu diraih dalam hidup ini. Misalnya yang satu merindukan rumah dan ingin tetap tinggal di rumah itu dalam waktu yang lama, tidak usah berpindah-pindah pekerjaan asal memadai atau cukup, tapi yang satu berbeda pendapat yaitu ingin mengejar jenjang karir yang lebih tinggi, kalau perlu pindah rumah atau pindah kota sekalian, tidak apa-apa. Hal seperti ini harus dibicarakan sebagai salah satu tolok ukur, apakah kelak keduanya sanggup membangun pernikahan atau kehidupan rumah tangga yang sehat.
Penutup: Diakah Pasangan Hidupku
Ams 27:1 dan 2 mengatakan: “Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kau kenal dan bukan bibirmu sendiri.”
Dua hal dalam ayat ini akan dikaitkan dengan hubungan berpacaran:
Pertama adalah janganlah memuji diri karena esok hari, jadi jangan terlalu bermegah akan esok hari. Banyak yang berpacaran terlalu positif akan hari esok, bahwa hubungan mereka pasti cemerlang, pasti cocok, pasti tidak ada masalah, karena saling mencintai. Tidak, jangan terlalu memuji diri akan hari esok. Lihatlah hari esok dengan realistik.
Kedua, biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu. Maksudnya adalah jangan berkata bahwa hubungan kita paling kuat, paling sehat karena saling mencintai. Biar orang lain yang memuji, artinya terimalah dan mintalah tanggapan orang lain. Semakin sehat suatu hubungan, semakin berani mereka menerima masukan orang lain. Suatu hubungan akan semakin tidak sehat dan rapuh bila mereka takut menerima masukan orang lain.
Pasangan yang merintis hubungan ke arah pernikahan harus mengajukan beragam pertanyaan-pertanyaan di atas sebagai introspeksi diri. Semua itu dapat dijadikan pedoman, namun yang terpenting adalah kita harus berpegang pada firman Tuhan, yang pasti dapat memberikan petunjuk bagi kita. Dalam Yak 1:5 dituliskan: “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada ALLAH, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya. “Saya sering menasihati mereka yang berpacaran bahwa salah satu doa yang harus mereka panjatkan atau minta kepada Tuhan adalah hikmat, yaitu hikmat untuk bisa melihat. Menurut saya pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang baik dan seringkali terpikirkan oleh banyak pasangan, tapi mereka tidak bisa melihat jawabannya karena mata mereka terkaburkan seolah-olah terbutakan oleh amuk cinta. Sehingga mereka harus minta hikmat agar menjernihkan mata mereka dan dapat melihat dengan jelas.
Tulisan ini dikutip dari literatur SAAT, Malang oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D, dengan beberapa penyesuaian.