Kenangan Menonton Dilan 1990
Hari minggu tanggal 4 Maret kemarin, saya bertemu dengan Bertha yang baru pulang dari rumah tantenya di daerah Depok. Hari ini kami rencananya akan melanjutkan Pendalaman Alkitab (PA) bersama sekalian makan. Namun, saat mandi sebelum pergi, saya berpikir kenapa saya tidak mengajak Bertha untuk nonton saja? Kebetulan, ada film baru yang beberapa hari ini dia utarakan untuk ditonton: Dilan 1990. Saat saya mengirimkan chat, dia sempat terkejut. Akhirnya, kami langsung bertemu di Metropole Cikini, untuk kemudian menonton bersama. Inilah sebuah kenangan menonton Dilan 1990.
Setelah bertemu di Stasiun Cikini kami langsung lanjut berjalan kaki ke Metropole Cikini. Setelah membeli tiket untuk menonton, kami kemudian naik ke restoran di lantai atas untuk PA bersama. Hari itu kami melanjutkan PA Menjadi Sahabat, dengan topik Yesus dengan Maria, Marta, dan Lazarus. Oiya, sore itu Bertha cantik dengan baju garis-garis putih hitam, mirip zebracross atau narapidana ya?
Setelah itu kami turun dan menonton bersama. Filmnya secara umum cukup bagus, dan banyak narasi dan percakapan yang dikutip langsung seperti novelnya. Oiya, novel Dilan 1990 sudah pernah saya baca beberapa hari sebelumnya di salah satu situs internet. Film dengan tokoh utama Dilan dan Milea ini sukses menyasar para penonton muda yang baru menikmati masa pacaran sekaligus dewasa yang ingin bernostalgia kisah cintanya.
Film ‘Dilan 1990’ ini memang sangat ditunggu kehadirannya oleh sebagian besar anak muda di seluruh Indonesia. Sejak awal rencana adaptasi novel karya Pidi Baiq menjadi film, casting para pemeran sudah menjadi pembicaraan. Dari film ini saya belajar beberapa hal.
Pertama, menjadi romantis itu perlu. Dilan harus diakui digambarkan sebagai sosok yang romantis, dan berhasil membuat Milea menjadi jatuh cinta kepadanya. Meskipun saya harus akui saya bukanlah orang yang romantis dan mampu menyusun kata-kata yang puitis, memberikan bunga atau kado yang spesial, namun sesekali kita harus bisa romantis kepada pasangan kita. Dan ini terwujud juga loh, dua minggu setelah kami menonton, saat saya meminta Bertha untuk menikah dengan saya, hehe. Sebelumnya, Bertha pernah bergurau, bahwa dia tidak akan bilang “mau” kalau saya tidak propose dia secara romantis. Namun, tak apa, dia bilang iya juga kok, berarti saya sudah cukup romantis, hehe.
Kedua, dalam hubungan, kita harus saling menghargai pasangan. Beni, pacar Milea yang di Jakarta ternyata sampai hati menyakiti hati Milea dengan mengucapkan kata-kata yang kasar. Jangan sampai kita menyakiti, berkata kasar, melakukan kekerasan, atau malah menjadi beban pikiran baginya. Harus diakui, saya seorang yang cukup sibuk. Begitu juga dengan Bertha. Sebelum kami bertemu dan berhubungan, kami sudah memiiki kesibukan masing-masing. Selama komunikasi lancar, hubungan bisa terus tumbuh. Belajar saling mengerti akan membuat kita semakin dekat. Dan pastikan, jika kita mencintai seseorang, maka pastikan kita mencintainya juga dengan baik.
Dan yang ketiga, sekaligus yang terpenting, orangtua berperan penting dalam “menyajikan” sudut pandang terhadap pasangan yang baik. Saya bersyukur orangtua saya selalu hadir dan memberikan gambaran yang baik mengenai seorang wanita dan calon istri yang baik. Dan saya bersyukur, banyak hal baik yang juga saya temukan di dalam diri Bertha. Dia seorang pembelajar, pendengar yang baik, murah hati, dan tentu bertanggung jawab dalam hidupnya. Seperti tulisan saya sebelumnya mengenai Kriteria Teman Hidup, kriteria itu bukanlah jadi perintang dimulainya suatu hubungan. Namun, kriteria menjadi acuan kita untuk bisa memilih, mana sosok yang paling tepat menjadi pendamping hidup kita. Mamanya Dilan, digambarkan jadi sosok yang kuat dan mampu membina anak-anaknya.
Malam harinya, sepulang menonton, Bertha mengirimkan chat kepada saya.
Makasih yaaa…Aku terharu hari ini…Kamu mau nonton…Kamu baik banget.
Aku nyampe kosan senyum-senyum tauu. Terharu. Kamu mau lakuin hal yang sebenernya kamu ga terlalu suka. Love you sayaang.
Terima kasih juga Bertha, sudah memberikan aku kesempatan untuk menonton dan belajar kembali mengenai tiga hal: menjadi romatis, menghargai pasangan, dan juga peran orangtua untuk “menyajikan” sudut pandang yang baik tentang pasangan hidup.