Komitmen dalam Pacaran
Dibilang gak terasa, tapi sebenarnya terasa juga, namun senin kemarin adalah peringatan bulan kedua Bertha dan saya jadian. Sebenarnya, jadwal ketemuan sudah diatur untuk merayakan sekaligus Pendalaman Alkitab (PA) bersama. Namun, Bertha baru bisa tiba di Jakarta malam hari karena tiket pesawat yang sudah terjual habis. Oiya, Bertha baru dari Wakatobi untuk menghadiri Wakatobi Wave, sebuah acara kesenian dan pertunjukan tari kolosal dari empat pulau di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kenapa dua bulan ini terasa spesial? Pernah saya bercerita kepada Bertha, waktu dua bulan pertama adalah waktu-waktu paling riskan (yang saya baca dari penelitian) dalam sebuah hubungan. Dan Puji Tuhan, yeay! Kami bisa melewatinya. Sudah dua bulan. Masih panjang sih kayaknya, namun, selain sebagai pengingat, dalam tulisan kali ini, saya juga akan berbagi mengenai komitmen dalam pacaran.
Kisah sebulan pertama jadian kemarin sudah saya tuliskan dalam Tuhan yang Menulis Cerita Cinta, dan benar 1 bulan berikutnya terasa lebih cepat. Namun, yang berkesan adalah, kami akhirnya bisa mulai PA! Pengalaman Alkitab bersama adalah salah satu relationship goals yang kami sempat bicarakan. Pengennya sih, pacaran gak cuma seneng-seneng aja, nonton, jalan-jalan, atau makan bareng. Tapi juga sama-sama belajar dan bertumbuh dalam pengenalan akan Firman Tuhan. Nah, bahan atau tema PA yang kami ambil sebagai awal ini adalah mengenai “Menjadi Sahabat” dari Carolyn Nystrom.
Sedikit membahas mengenai bahan PA kami. Alkitab berbicara cukup banyak mengenai persahabatan, mayoritas dengan kisah persahabatan. Ada kisah Daud dan Yonatan, lalu Rut dan Naomi, bahkan Yesus menyebutkan kita sebagai sahabat-Nya. Allah menciptakan kita sebagai makhluk-makhluk yang tumbuh lewat interaksi satu sama lain. Penulis Kitab Pengkotbah menuliskan, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Persahabatan mungkin menimbulkan goresan, luka, dan sakit, namun saat kita berbenturan itu, kita saling mengasah. Sisi-sisi yang menghambat kita menjadi apa yang Allah inginkan terkikis habis. Sahabat juga jadi seorang penolong kita dalam mencapai apa yang Allah inginkan.
Kami mau belajar menjadi sahabat satu sama lain, sekaligus menjadi sahabat yang lebih baik lagi bagi orang-orang di sekitar kami. Saya bersyukur kepada Tuhan, memiliki pacar yang memiliki satu visi untuk menjalani hubungan dengan kerinduan untuk bertumbuh. Kalau sama cewek lain–mungkin–tidak akan semudah ini mengajak untuk PA bersama.
Kami bergantian memimpin PA. Pertemuan PA yang pertama kami tanggal 7 Oktober 2017, saya yang memimpin. Kami malam mingguan bareng di Semanggi membahas bahan “Mengapa bersahabat?” Selanjutnya, kami bergantian memimpin PA. Yang kedua Bertha, selanjutnya saya. Oiya, ada pengalaman lucu juga. Karena biasanya kami PA bersama dengan saudara KTB, jadinya ada alur atau flow yang tertentu karena ada beberapa orang yang bergantian mengutarakan pendapat. Namun, karena PA nya hanya berdua saja, untuk menciptakan alur, kami saling bergantian dalam menjawab pertanyaan. Terus menerus sampai membuat pendalaman dan komitmen lanjutan, dan doa penutup.
Bisa PA bersama membuat saya memiliki kesempatan untuk mengenal Bertha lebih dalam lagi. Ternyata dia tipenya ESTP untuk tes kepribadian Myers-Briggs, seorang yang spontan, aktif, energik, cekatan, cepat, antusias, lucu, dan penuh variasi. Pacarku ini berbakat menjadi seorang entrepreneur, sales, marketing, dan juga polisi (haha, polisi di hatiku!). Kami juga saling bertukar cerita mengenai selama kuliah, teman, dan sahabat-sahabat yang kami miliki. PA ini juga kembali mengingatkan kami masing-masing untuk mengingat lagi alasan bersahabat, menikmati perbedaan dengan orang lain, keluarga sebagai sahabat (belajar dari kisah Naomi dan Rut), dan menjadi sahabat di kala susah.
Saya menutup tulisan ini dengan sebuah pesan yang saya kirimkan kepada Bertha, di saat kami pertama kali bertemu setelah jadian. Sebuah komitmen dalam pacaran yang saya utarakan kepadanya. Sebuah janji untuk tidak akan menyakiti hatinya, dan selalu berupaya membawa kebahagiaan dan senyum di dalam hidupnya.
“Buatku pacaran bukan untuk mencari kebahagiaan karena nanti akan kecewa. Makanya aku berangkat dari kasih sebagai sahabat dulu, dan aku pengen kamu juga bisa lihat aku sebagai sahabat dan penolong yang sepadan. Ketaatan kepada Allah dalam menjalani hubungan pacaran yang kudus dan hidup dalam kristus adalah wujud panggilan Allah dalam hidup kita. Bahagia itu bisa dibilang bonus.
Namun, bahagia itu juga penting. Komitmen bisa dibangun seiring dengan keberhasilan keberhasilan kecil yang kita dapatkan. Bukan cinta namanya kalau bikin kamu sedih, takut, kecewa, depresi, bahkan menangis. Cinta harusnya bikin kita bahagia, kalaupun sedih, itu hanya sesaat karena kita tahu pasti ada sesuatu penting yang bisa kita pelajari.”
Langgeng terus ya sayaang! Semoga kita bisa terus bertumbuh, dan ijinkanlah aku jadi sahabat dan penolong yang sepadan buat kamu.
Tulisan dalam tema yang sama:
- Pertemuan yang Tak Terduga
- Tuhan yang Menulis Cerita Cinta
- Bekerja untuk Bisa Memberi
- Komitmen dalam Pacaran
- Mengucap Syukur Setiap Hari
- Hadiah Ulang Tahun Terindah
- Selamat ulang Tahun Pacar Tersayang
- Renungan di Hari Jadian
- Bersyukur untuk Setiap Kebaikan Tuhan di Tahun Lalu
2 thoughts on “Komitmen dalam Pacaran”