Mencintai tidak Harus Memiliki: Sebuah Akhir
Hampir empat bulan lebih waktu berlalu setelah saya membuahkan tulisan saya yang pertama, Mencintai tidak Harus Memiliki, yang dapat dibaca di sini. Sebenarnya, saya berjanji kepada seorang teman untuk menerbitkan tulisan lanjutannya dalam waktu yang tidak lama. Namun, apa daya, kesibukan di dalam pekerjaan membuat tulisan ini tertunda cukup lama. Oiya, tulisan ini akhirnya rampung di hotel Dafam Cilacap, tempat saya menginap selama hampir dua minggu ini.
Mencintai tidak Harus Memiliki
Mencintai tidak harus memiliki rasanya begitu sakit. Siapa yang tidak sakit jika melihat orang yang dia sayangi akhirnya bersama dengan orang lain? Melihat mantan pacar atau seseorang yang sudah lama kita dekati akhirnya pergi meninggalkan kita. Sejujurnya, agak sulit menggambarkan perasaan, suasana hati, atau rasa sakit dari kondisi ini. Mungkin menyayat hati. Mungkin menyisakan luka yang cukup lama untuk pulih. Bagaimana mungkin saya dapat melepaskan orang yang saya cintai dan melihatnya bersama orang lain? Tidak mungkin! Saya sudah memberikan segenap perhatian dan kasih sayang saya kepadanya, dan kini…dia memilih orang lain..? Bagaimana mungkin? Dia menganggap apa saya selama ini? Dia jahat banget. Bagaimana bisa saya merelakannya pergi dan meninggalkanku dalam keterpurukan? Juga Tuhan, mengapa Engkau begitu tega kepadaku? Mengapa aku harus kehilangan dia?
Mengapa aku harus kehilangan dia?
Kehadirannya membuatku sungguh bersukacita. Sejak pertama kali aku mengatakan “Ya” untuk pertanyaannya agar kami dapat menjadi sepasang kekasih, hari-hariku selalu diisi dengannya. Berbicang mengenai hal apapun. Jalan bersama ke tempat-tempat yang menyenangkan. Aku sungguh menikmati hari-hariku bersamanya. Ia memberikan semangat dan dorongan. Kehadirannya sungguh berarti bagiku. Itulah yang membuatku merasa dia sangat berharga bagiku.
Namun kini mengapa aku tidak melihat lagi kehadirannya. Dan kusadari dia telah menjauh dariku. Aku telah kehilangan dia di hari-hariku. Beberapa hari ini bahkan hatiku makin sedih. Melihat dia bersama dengan orang lain. Ia tampak bahagia. Aku kini telah kehilangan sesuatu yang berharga dan berarti bagiku. Dan akupun larut dalam kesedihan yang mendalam. Tuhan, mengapa ini terjadi? Mengapa Engkau mengambilnya dariku? Mengapa Engkau mengambil kebahagiaanku? Dan mengapa aku harus kehilangan dia?
Dan Tuhan pun menjawab, “Anak-Ku, Aku memang sengaja membiarkan dia menjauh darimu. Aku memang membiarkan seolah-olah engkau merasakan kehilangan. Supaya engkau mengerti dan menyadari bahwa Akulah yang seharusnya menjadi yang terutama buat hidupmu. Akulah yang menjadi andalan hidupmu. Akulah yang tidak akan pernah hilang darimu. Aku ingin engkau menguatkan kepercayaanmu kepadaKu. Ketika engkau sudah menjadikanku yang terutama, maka barulah engkau akan menyadari sebenarnya tidak ada hal berharga yang hilang darimu. Sebab Aku yang akan mengembalikan bahkan Aku yang akan menambahkan apa yang engkau perlukan. Jangan lagi larut dalam kesedihan. Mari lihat Akulah yang terutama dan yang menjadi andalanmu. Ketika hanya Aku yang engkau miliki, Itu artinya engkau tidak akan merasakan kehilangan lagi. Sebab Akulah yang menjadi segalanya yang engkau butuhkan.”
Tuhan lalu melanjutkan, “Dan aku sudah menyiapkan seseorang bagimu. Bukan berarti yang sebelumnya tidak baik. Ia baik dan mencintaimu. Namun, percayalah, aku sudah mempersiapkan seseorang yang terbaik bagimu. Ijinkanlah waktu memulihkan hati dan perasaanmu. Dan perlahan kamu akan menyadari bahwa mencintai tidak berarti harus memiliki. Cinta itu pun yang akan membuatmu menjadi seseorang yang lebih kuat dan tegar.”
Mencintai tidak Harus Memiliki: Sebuah Akhir
Mencintai tidak harus memiliki adalah sebuah refleksi bagi Anda dan saya yang mencoba “untuk menjadi ikhlas dan tulus” bahwa memang, “mencintai tidak harus memiliki”. Mencintai seseorang tidak melulu harus berakhir di mana “saya” dan “dia” menjadi pasangan, berpacaran, menikah, dan hidup bersama. Mencintai seseorang juga adalah saat kita mampu melihat dan mendoakan yang terbaik bagi dia, meskipun itu bukanlah dengan kita. Bukan sebuah bentuk pelarian atau bentuk tindakan pengecut: yang tidak mampu mengatakan perasaan yang sebenarnya. “Mencintai tidak harus memiliki” juga bukan mantra yang dapat membuat semuanya kembali menjadi baik seperti semula saat hati begitu sakit melihat orang yang kita cintai akhirnya memilih orang lain. “Mencintai tidak harus memiliki” adalah bentuk penyerahan diri kepada Tuhan: bahwa Ia memiliki rencana yang baik bagi Anda dan bagi dia yang Anda cintai. Kebahagiaan tidak selalu terjadi dengan menjadi sepasang kekasih bukan? Kebahagiaan adalah saat kita mampu turut serta dalam kebahagiaan orang yang kita cintai, entah itu layaknya sahabat atau saudara.
Akhirnya, “Mencintai tidak harus memiliki” adalah frasa yang mengakhiri segala bentuk pertanyaan kita kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri, dan juga kepada orang yang kita cintai. Bahwa memang benar, cinta tidak selamanya harus memiliki. Bahwa, aku tetap mengasihi kamu sampai kapanpun meski kita kini tidak menjadi pasangan. Kamu berhak bahagia bersama orang lain. Begitu pun dengan aku. Ini adalah akhir dari rasa sakit dan pedih yang selama ini terpendam. Benar, sebuah akhir. Sekaligus menjadi awal bagiku menjalani hubungan yang baru bersama dengan orang lain.
Waktu yang akan menyembuhkan sakit itu. Seiring berjalannya waktu, kamu akan mampu untuk melihat dia bahagia bersama dengan orang lain.
Kebahagiaan dia adalah kebahagiaan kita, berani merelakan seseorang yang kita cintai perlu dilakukan jika itu memang pilihan terbaik. Biarkan dia bahagia meski dengan orang lain, karena cinta tak harus memiliki.“
Sumber gambar: pinterest