Mengharapkan yang Terbaik Datang
Beberapa hari ini saya banyak berbincang-bincang dengan beberapa sahabat mengenai “mengharapkan yang terbaik”, apakah merupakan sebuah pilihan atau sebuah kondisi yang harus diterima? Perbincangan ini dimulai dari sebuah masalah yang dihadapi oleh sahabat kami yang lainnya–ya tidak jauh lah dari pergumulan soal pasangan hidup atau yang lebih dikenal dengan istilah teman hidup (TH). Sebenarnya masalah mengenai TH atau teman hidup menjadi masalah yang cukup klasik, karena hampir semua teman dan sahabat yang saya kenal juga mengalami hal yang sama. Mengapa akhirnya ini saya tuliskan? Semata-mata ingin berbagi pandangan dan pemikiran mengenai “mengharapkan yang terbaik”. Saya bukannya galau atau ikutan galau loh…saya harap tulisan ini setidaknya bisa membukakan wawasan baru bagi para pembaca.
Mengharapkan yang Terbaik
Pengalaman memakai setelan pakaian di acara Wisuda Lulusan ITB 12 Juli kemarin mengingatkan saya akan kecenderungan seluruh manusia. Mama membantu saya memilih kemeja dan dasi yang paling pas hari itu. Celana dan jas memang hanya ada satu (sepaket), namun untuk kemeja dan dasi ada banyak pilihan. Manusia ingin apapun yang terbaik. Membeli tas–tas yang terbaik. Membeli makan–makanan yang paling enak dan yang disuka. Memakai pakaian–juga pakaian yang terbaik. Tidak pernah ada ceritanya orang ingin baju yang jelek, atau makan-makanan yang tidak dia sukai. Manusia selalu mengharapkan yang terbaik. Selagi bisa, cari dan pilih yang terbaik. Biar saja keringat mengucur dan lelah dirasa membebani tubuh, yang penting barang terbaik diperoleh dan tidak memberikan penyesalan nantinya. Hati terasa gembira dan damai ketika akhirnya kita tahu bahwa kita sudah mendapatkan yang terbaik. Yang perlu diperhatikan di sini adalah kata “kita tahu” dan “kita sudah“. Berarti ada dua masalah besar di sini:
- mengharapkan sesuatu yang menjadi yang terbaik, dan
- mengharapkan yang terbaik itu datang ke dalam kehidupan kita.
Tapi nyatanya sering yang kita ingini tidak kita dapatkan bukan? Bila berkata jujur kepada diri sendiri malah, akan lebih banyak hal-hal yang terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita akhirnya sampai titik di mana memang kita sadar, bahwa kita ini manusia lemah dan tak punya kuasa apapun. Kita akhirnya berkata dan menyerukan, “Tuhan sendiri yang Empunya kuasa: Ia memberikan yang terbaik dan Ia juga tahu persis kapan waktunya Ia memberikan yang terbaik itu kepada kita.” Sampai di titik ini, kita jelas membutuhkan satu buah sikap dasar yaitu kesabaran dan sebuah pilihan tindakan yaitu berharap. Keduanya meyakinkan kita untuk mampu melalui sebuah masa “penantian”.
Mengharapkan yang Terbaik Datang
Berharap berasal dari kata harap. Mengharapkan juga memiliki kata dasar yang sama. Harap merupakan kata kerja yang bermakna mohon; minta; hendaklah (http://kbbi.web.id/harap). Saya jadi teringat mengenai sebuah kisah tentang empat buah lilin. Kisah mengenai pentingnya sebuah pengharapan atau harapan. Mungkin para pembaca sudah pernah mendengar atau membaca mengenai kisah ini.
Recommended for you
Baca Halaman Selanjutnya 1 2