SaveMasPur Mencintai Tidak Harus Memiliki
“Aku sayang kamu Nov. Karena aku sayang kamu, aku harus melihat kamu bahagia. Meskipun kamu bahagia bukan sama aku. Aku harus rela. Tapi, satu hal yang harus kamu ingat, di sini ada hati yang selalu dengan tulus menyayangi kamu,” tutur Mas Pur yang viral dan membuat netizen terbawa perasaan (baper). Di akhir scene cerita Tukang Ojek Pengkolan, Mas Pur akhirnya merelakan Novita pergi dengan mobilnya untuk menikah dengan orang lain. Scene ini makin dramatis dengan lagu latar dari Armada, “Asal Kau Bahagia” yang memang sudah dikenal sebelumnya. Dengar saja lirik lagunya, “Ku rela kau dengannya asalkan kau bahagia.” Dalam beberapa jam saja, tagar SaveMasPur atau #SaveMasPur mulai ramai di dunia maya. Sontak, saya ingat kembali tulisan saya mengenai topik ini beberapa tahun yang lalu. Bagaimana kita harus menanggapi tagar SaveMasPur Mencintai Tidak Harus Memiliki?
Scene Tukang Ojek Pengkolan ini. mengingatkan saya tentang film komedi romantis yang diberikan oleh seorang teman di kantor. Mungkin teman-teman juga pernah menontonnya. Film ini bercerita mengenai beberapa anak remaja cowok di Taipei yang sama-sama menyukai seorang gadis yang paling pintar di sekolah. Paling cantik juga. Seorang cowok akhirnya memiliki kesempatan untuk mendekati gadis ini dengan belajar bersama. Hubungan mereka akhirnya menjadi dekat dan benih-benih cinta itu mulai tumbuh. Cowok yang awalnya malas belajar ini akhirnya dapat lulus dan masuk ke universitas. Meskipun berkuliah di universitas yang berbeda, bereka menghabiskan waktu bersama dan menanyakan perasaan satu sama lain.
Setelah menjalani proses pendekatan yang sangat lama: di mana si cowok terus berusaha mendekati dan mengejar si gadis, mereka berdua akhirnya menyadari bahwa mereka tidak diciptakan untuk menjadi pasangan kekasih. Pada akhirnya memang mereka tidak pernah menjadi sepasang kekasih dan hanya sebagai sahabat. Di akhir cerita, akhirnya si gadis menelepon teman-temannya dan mengabarkan bahwa ia akan segera menikah. Mereka berkumpul bersama dan mengenang masa-masa sekolah dulu. Kini, masing-masing dari mereka sudah memiliki pekerjaan dan sukses di bidangnya masing-masing. Akhirnya pengantin masuk ke dalam ruangan. Si cowok teringat akan masa-masa saat ia “dekat” dengan si gadis. Ia begitu bahagia melihat gadis yang ia kejar selama bertahun-tahun ini akhirnya berbahagia. Kata-katanya di dalam hati saya kutip menjadi penutup bagi tulisan ini…
Ketika kamu sangat-sangat menyukai seorang wanita…
Ketika ada seseorang yang mengasihi dan mencintainya dengan tulus…
Maka kamu akan benar-benar mendoakan dia dari hati terdalam agar dia bahagia selamanya
Harus saya akui, meriahnya tagar SaveMasPur ini tentu karena ada sekian banyak orang yang merasakan hal yang sama: merelakan orang yang dia sayangi dan cintai, untuk bersama dengan orang lain. Mencintai tidak harus memiliki adalah sebuah refleksi bagi kita yang mencoba “untuk menjadi ikhlas, tulus, dan merelakan” bahwa memang, “mencintai tidak harus memiliki”. Mencintai seseorang tidak melulu harus berakhir di mana “saya” dan “dia” menjadi pasangan, berpacaran, menikah, dan hidup bersama. Kita merelakan orang lain untuk bahagia bersama dengan orang lain. Bukan sebuah bentuk pelarian atau bentuk tindakan pengecut: yang tidak mampu mengatakan perasaan yang sebenarnya. Atau di sisi lain, saat kita sudah berupaya maksimal, dan memang tidak bisa bersama-sama. Di tahap terakhir, mencintai seseorang juga adalah saat kita mampu melihat dan mendoakan yang terbaik bagi dia, meskipun itu bukanlah dengan kita.
“Mencintai tidak harus memiliki” juga bukan mantra yang dapat membuat semuanya kembali menjadi baik seperti semula saat hati begitu sakit melihat orang yang kita cintai akhirnya memilih orang lain. Perih rasanya melihat dia pergi dan meninggalkan kehidupan kita. Kebersamaan selama ini–apalagi saat kita sedang dekat-dekatnya–tentu akan teringat. “Mencintai tidak harus memiliki” adalah bentuk penyerahan diri kepada Tuhan: bahwa Ia memiliki rencana yang baik bagi Anda dan bagi dia yang Anda cintai. Mungkin saja, ada orang lain di sana yang sudah Tuhan tetapkan untuk bersama-sama dengan kita. Maukah kita merelakan dan mengikhlaskan…sekaligus secara perlahan membuka hati kita untuk kehadiran orang lain?