From Bengkulu with Love Part 2: Jakarta Bengkulu
Perjalanan ke Bengkulu: sekitar pukul 04.30 kami sudah tiba di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang. Supir yang mengantarkan kami juga harus segera kembali ke Bandung karena sudah ada janji dengan orang lain. Keadaan bandara terbesar di Indonesia ternyata sudah bergeliat di subuh itu. Orang sudah berlalu-lalang untuk penerbangan pagi. Tidak terasa perjalanan sejak pukul 01.00 dari Bandung tadi.
Kisah Perjalanan dari Jakarta ke Bengkulu
Kami segera masuk ke restoran yang ada di bandara untuk sekedar mengisi perut pagi itu. Saya memesan segelas kopi susu hangat subuh itu menjelang keberangkatan kami menuju ke Bengkulu. Penerbangan ke kota ini hanya dilayani oleh tiga maskapai nasional. Mungkin inilah mengapa Bengkulu masih menjadi daerah tertinggal kini. Provinsi-provinsi lain seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung yang berbatasan langsung dengan Bengkulu ternyata lebih maju. Lebih maju ketimbang daerah pengasingan presiden pertama negara ini.
Kami sudah check-in sekitar pukul 05.30 dan menunggu bapak-bapak dari PLN Palembang-Bengkulu yang juga sedang berada di Jakarta. Rencananya kami akan bersama-sama menuju ke site lokasi PLTMH yang akan dibangun di sekitar Bengkulu Tengah. Sekitar pukul 06.30 kami akhirnya naik pesawat. Sebelumnya saya juga sudah berkenalan dengan Pak Rifky yang ternyata adalah alumni Teknik Elektro di ITB. Jadilah kami banyak berbincang mengenai dosen dan tugas akhir saya.
Perjalanan udara menuju Bengkulu agak berbeda dengan penerbangan pesawat umumnya. Penerbangan banyak mengalami goncangan karena ada angin yang berhembus dari sisi Samudera Hindia. Apalagi dengan kontur wilayah yang cenderung rata tanpa ada gunung tinggi. Selain itu, bandara Fatmawati juga terletak di pesisir pantai. Panjang landasan yang pendek juga menuntut seorang pilot berpengalaman untuk mengemudikan burung besi ini agar tiba di tempat tujuan dengan selamat.
Jadilah kami tiba di Bengkulu sekitar pukul 07.50 pagi itu. Bandara yang cukup kecil dibandingkan dengan bandara-bandara lain yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Kotanya panas dan cenderung lembab. Seperti di Jakarta. Hanya saja perairannya bukan laut dangkal, melainkan samudera.
Kami segera melanjutkan perjalanan darat menuju ke Bengkulu Tengah tempat pembangunan PLTMH Kanzy-3. Sudah ada yang menjemput kami dengan mobil innova, menurut pak AA dia sudah langganan supir saat melakukan survei.
Badan yang masih lelah karena tertidur dan bangun terus menerus selama delapan jam terakhir akhirnya menembus jalan raya beraspal sejauh hampir 100 kilometer dari Kota Bengkulu. Menuju ke sebuah pengalaman dan kisah baru dalam hidup saya. Kehidupan yang kini sudah memasuki tahapan baru: perjalanan karir bersama dengan Tuhan Yesus.
Sumber Gambar : Google Image