From Bengkulu with Love Part 5: Pantai Panjang
Sore itu setelah tiba di Kota Bengkulu kami langsung pergi ke Pantai Panjang. Di tempat itulah kami akan menginap malam itu. Perjalanan panjang dengan jalur darat yang masih rusak di beberapa titik membuat badan terasa letih. Tidur tidak bisa namun membuka mata dan melihat pemandangan luar yang terdiri dari pohon-pohon besar dan tebing membuat kepala menjadi pusing. Jadilah pola bangun, tidur, terbangun kembali, tidur selama hampir 4 jam.
Pergi ke Pantai Panjang di Bengkulu
Pantai Panjang berada di pinggir kota Bengkulu. Dari pusat kota, kita melalui jalan protokol menuju kawasan Pantai Panjang. Ada gapura megah yang menyambut para pengunjung yang datang ke pantai itu. Mengapa disebut Pantai Panjang? Pertanyaan itulah yang mengusik pikiran saya. Ternyata karena memang pantai ini panjang dalam arti sebenarnya. Pantai ini membentang hampir sepanjang 4 kilometer. Ini perkiraan saya ketika kami menempuh perjalanan untuk makan di tempat makan di pinggir pantai. Di sepanjang pantai ini bahkan dibangun jalan inspeksi pinggir pantai.
Di sepanjang pantai ada banyak hotel dan penginapan yang dibangun, juga kedai-kedai makan dan warung kopi untuk para pengunjung yang datang. Pantai Panjang ini tidak terlalu ramai sebenarnya karena ombak dan gelombang yang besar. Pasir yang identik dengan pantai hanya terlihat di satu titik, sisanya adalah gelombang ombak yang datang menerjang dengan kuat ke arah tanggul batu yang dibangun. Ombak pasti akan besar karena lautan di hadapan Pantai Panjang adalah Samudera Hindia yang memiliki kedalaman hingga 3000 meter. Sepanjang mata memandang juga tidak ada kapal yang melintas di hadapan saya, namun di kejauhan ada rig eksplorasi minyak yang bak mengapung di atas lautan. Memang perairan di sepanjang Bengkulu bukanlah jalur favorit pelaut karena ombak yang besar dan cuaca yang mudah berubah.
Kebanyakan pengunjung hanya duduk di atas tanggul kedua setelah tanggul pemecah ombak yang ada. Rasanya memang lebih aman duduk di tempat itu. Pecahan gelombang ombak setinggi 4 meter memang cukup membahayakan untuk orang-orang yang berada di sekitarnya. Namun, layaknya seluruh pantai, semilir angin dan bunyi ombak yang menderu tetap menjadi sebuah suguhan yang menarik dan tidak akan pernah saya lupakan.
Malam harinya kami juga makan di rumah makan di pinggir pantai. Langit yang gelap ditambah bunyi angin dan ombak membuat pikiran seakan melayang sejenak. Suasana yang begitu tenang dan damai untuk beristirahat sejenak setelah seharian menempuh perjalanan panjang dari Bandung, Jakarta, Bengkulu dan Bengkulu Tengah. Pengalaman pertama makan di pinggir pantai inilah yang akan saya kenang di dalam tulisan ini.