Botol Minum yang Tertinggal
Saya tidak tahu kalau hari itu adalah hari terakhir saya melihat mobil Zebra kami. Betul-betul tidak tahu, bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam pikiran saya. Saya masih ingat dengan jelas peristiwa itu. Masih tergambar dengan jelas di pikiran saya ini.
Kisah Botol Minum yang Tertinggal
Saat itu, saya dan abang masih di Taman Kanak-Kanak (TK), TK 0 Besar, atau tahun kedua. Pagi itu, saya dan abang diantar oleh Papa ke TK dengan menaiki mobil Zebra. Abang duduk di depan, disamping Papa, sedangkan saya duduk di kursi tengah, sendirian.
Sampai di TK, kami turun dan bersalaman dengan Papa. Papa naik mobil, dan saya melihat mobil itu pergi menjauh, keluar dari komplek sekolah, dan menghilang dari pandangan. Dalam pikiran saya, hari ini akan menyenangkan, karena akan ada acara makan bersama dengan teman-teman. Yang membawa makan dan minum dapat makan bersama. Saya dan abang berjalan menuju ke kelas kami. Di tengah perjalanan, abang berteriak, dan baru sadar bahwa botol minumannya tertinggal di dalam mobil. Tertinggal di kursi depan, saat abang duduk di mobil. Saya hanya bilang, “Ya sudah tidak apa-apa nanti minta minum saja sama Ibu Guru, katakan bahwa botol minumnya tertinggal. Nanti sore, kita lihat dan cari di dalam mobil.” Abang hanya mengiyakan saja.
Kami makan siang bersama dengan teman-teman, dan Ibu Guru memberikan saya minum di dalam gelas kaca kecil. Alangkah bersyukurnya karena Abang bisa mendapatkan minum, dan tidak dimarahi oleh Ibu Guru. Sepanjang hari kami belajar dan kemudian saya dan Abang pulang ke rumah. Karena Papa dan Mama bekerja, kami pulang berjalan kaki dari sekolah. Ya, berjalan kaki, sejak TK 0 besar, tepatnya tanggal 10 November 1997, kami sudah harus pulang sendiri dan berjalan kaki dari sekolah.
Sampai di rumah, Mama dan Papa belum pulang. Kami makan siang dengan makanan yang ada di dalam tudung saji. Setelah itu kami tidur siang hingga sore. Saat bangun, Mama ternyata sudah pulang dari kerja, dan sedang memasak untuk makan malam. Tidak seperti biasanya, Papa pulang agak malam. Saat melihat keluar, saya kaget kenapa Papa tidak membawa mobil. Papa pulang berjalan kaki saja. Saya kemudian bertanya, “Pa, mobilnya mana? Tadi pagi botol minum Abang ketinggalan di dalam mobil. Jadinya tadi dapat air minum dari Ibu Guru. Ada gak botol minum Abang?” Papa hanya menjawab, “Nanti dibelikan saja yang baru untuk Abang Daniel.” Jujur, saat itu saya tidak mengerti dan tidak mengetahui. Bahwa mobil Zebra kami sudah dijual Papa, untuk membayar utang usahanya karena krisis moneter 1997, tidak pernah saya mengerti sepenuhnya.
Baru beberapa hari kemudian, saya mengerti bahwa botol minum abang tidak akan kembali dan dapat ditemukan di dalam mobil. Ya, botol itu tidak akan kembali kepada Abang. Karena apa? Karena sesungguhnya mobil Zebra itu sudah dijual kepada orang lain, dan botol minum itu tidak akan ditemukan. Botol minum Abang itu hilang dan tidak mungkin dapat ditemukan. Namun lebih jauh lagi, mobil Zebra kami sudah “hilang”, saya dan abang tidak akan dapat melihat mobil itu. Tidak dapat lagi diantar papa ke sekolah. Tidak dapat lagi pergi bersama ke acara dengan naik mobil. Tidak dapat lagi tidur di dalam mobil. Tidak dapat lagi melihat pemandangan luar dari dalam jendela mobil. Tidak dapat lagi menyentuh mobil itu. Tidak dapat lagi melihat mobil Zebra bewarna merah hati itu.
Ya, hari itu adalah hari terakhir saya melihat mobil Zebra kami. Baru beberapa bulan kemudian, saya benar-benar mengerti. Usaha yang dikerjakan Papa terkena dampak krisis ekonomi. Krisis itu juga berdampak dalam kehidupan keluarga kami. Mulai hari itu, kehidupan kami berubah. Ya, berubah, dan saya betul-betul menyadarinya.
Tapi saat itu satu hal yang saya mengerti hanyalah: saya dan Abang tidak akan dapat melihat mobil, dan menaikinya. Hari itu bukan hanya botol minum abang hilang. Hari itu mobil kami juga “hilang”.