Hari Terakhir Di Indonesia
Setahun yang lalu, tepat pada hari ini saya meninggalkan Indonesia. Dulu saya merasa kuatir dan cemas, bagaimana nanti kehidupan di Jepang. Apakah nanti saya dapat mengerti pelajaran? Apakah nanti saya dapat berteman dengan yang lainnya? Apakah nanti saya bisa melakukan aktivitas sehari-hari? Semua itu campur aduk di dalam kepala saya. Ditambah lagi, saya sudah lama sekali tidak naik pesawat. Bahkan, yang lebih mencemaskan lagi, pesawat yang saya naiki itu bukanlah pesawat dalam negeri, namun JAL, maskapai penerbangan Jepang. Untuk dapat berkomunikasi, saya harus menggunakan bahasa Jepang, padahal kemampuan bahasa Jepang saya masih sangat rendah. Tapi semua itu saya simpan dalam pikiran saja seiring dengan perjalanan dari rumah hingga Bandara Soekarno Hatta.
Hari Terakhir Di Indonesia Sebelum Ke Jepang
Sorenya sebelum pergi, Dhika, Kak Ester, dan Tante Ester juga mengunjungi rumah dan memberi ucapan selamat jalan kepada saya. Barang-barang yang sudah disiapkan hari sebelumnya juga sudah Papa masukkan ke dalam mobil, sedangkan saya memeriksa kembali barang-barang bawaan yang penting dalam tas. Setelah semuanya selesai Om Hani, dan Tante Hana tiba di rumah. Sebelum pergi dan meninggalkan rumah, Papa, Mama, Om Hani, Tante Hana, dan saya berdoa bersama-sama untuk perjalanan saya ke Jepang. Kemudian kami semua ke bandara dengan menggunakan mobil Tulang Maru.
Malam itu kira-kira pukul 18.30, saya melihat halaman depan rumah untuk kali terakhir. Malam itu hujan turun lumayan deras sehingga saya agak samar-samar dalam melihat. Masih dalam komplek perumahan Duta Kranji, Tante Hana menyerahkan 3 buah kaset rohani yang penyanyinya Franky Sihombing. Saya kemudian menerimanya dan memasukkannya ke dalam tas. Saya kemudian meminta sejumlah uang kepada Papa untuk jaga-jaga siapa tahu ada biaya tambahan karena takut beban barang bawaan melebihi batas yang ditentukan. Walaupun hujan cukup deras dan tanpa menggunakan payung, Papa dengan cepat mengambil uang dari ATM yang ada di dalam komplek Pondok Cipta. Kemudian saya mengambil uang itu dan meletakkannya dalam kantong jaket hitam saya.
Perjalanan berlangsung lancar tidak macet. Sampai di bandara, ternyata hujan sudah berhenti. Saya pun menggendong 2 buah tas dan mendorong satu buah koper masuk ke dalam komplek bandara terminal keberangkatan luar negeri. Saya masih canggung dan takut-takut akhirnya bisa membawanya masuk hingga ke tempat pengecekan barang. Di sana kami bertemu dengan keluarga Gita, teman yang akan pergi bersama dengan saya. Karena masih mengurus satu dan lain hal, saya akhirnya pergi duluan ke pintu pengecekan barang. Setelah melewati pintu pengecekan, saya kemudian mencari bagian maskapai JAL dan setelah itu menyerahkan koper bawaan saya. Biaya-biayanya saya bayarkan dan kemudian saya menuju ke pintu imigrasi-emigrasi. Karena mama punya kartu pajak, saya tidak perlu membayar biaya apapun. Saya pun terus berjalan dan akhirnya sampai di pintu masuk pesawat JAL. Setelah memastikan jam berangkat dan tempatnya, saya berputar arah kembali menuju ke pintu dimana tadi saya masuk. Saya mau mengambil tas gendong yang masih ada di mama, dan juga mau mengembalikan uang yang tidak terpakai. Tapi karena tidak tahu apa-apa, saya terobos saja pintu yang tadi, tapi sirinenya berbunyi. Kata penjaganya tidak boleh lewat sini, tapi lewat pintu yang sebelah sana (saambil menunjuk tulisan “Pintu Keluar”).
Setelah bisa keluar dan bertemu dengan mama kembali, saya akhirnya benar-benar harus berpisah dengan Mama dan Papa. Saya mengucapkan salam juga kepada Om Hani dan Tante Hana dan mereka pun mengantar saya hingga pintu gerbang. Di dalam saya bertemu dengan Gita dan kami berjalan bersama-sama menuju ke tempat keberangkatan pesawat JAL. Karena masih ada sekitar satu jam, akhirnya kami duduk-duduk di ruang tunggu. Kami jadi tidak percaya diri karena semuanya berbicara dengan bahasa Jepang. Waktu berlalu cepat dan akhirnya kami harus masuk ke dalam pesawat. Saya dan Gita kemudian mencari tempat duduk dan meletakkan barang di rak atas tempat duduk. Nampaknya semuanya berjalan dengan lancar. Kami pun duduk tenang dan menunggu pesawat lepas landas.
Dari tempat duduk ada layar kecil dimana para penumpang bisa melihat keadaan di luar. Saya melihat pesawat terus bergerak, semakin kencang, dan akhirnya aspal pacuan landas tidak terlihat lagi. Ya, pesawat sudah lepas landas, terbang ke angkasa. Itulah hari terakhir saya di Indonesia.