From Jember With Love-2: Bandung-Surabaya
Siang itu, sekitar jam 14.50 kami mengakhiri belajar Sistem Kendali bersama. Christian, Riando, Yosafat, dan Yonas di sekretariat PMK ITB. Selepas itu, saya segera ke laboratorium di gedung PAU untuk mengambill tas dan barang-barang saya untuk kemudian berangkat.
Saat sedang menunggu Gilbert yang sedang menemui temannya di perpustakaan, saya diajak oleh Tio untuk mewawancarai Darryl di selasar tunnel. Hemm, pikir saya, masih ada jeda waktu kok untuk menemani Tio mewawancarai calon pengurus. Kami sempat membicarakan mengenai keterbebanan dan pendapat mereka mengenai masalah-masalah yang ada, baik di PMK ITB maupun di dalam divisi mereka. Sekali lagi saya harus mengucap syukur kepada Tuhan karena Ia terus memakai saya bahkan di waktu-waktu yang tidak terduga. Jam 15.28, Tio menutup perbincangan kami bertiga dengan doa, yang sekaligus mengantar perjalanan saya menuju ke Bandara Husein Sastranegara, Bandung.
Menuju ke Bandara di Bandung
Jam 15.30 saya bertemu dengan Gilbert di Kantin Saraga. Baru saja dia selesai makan. Hujan rintik-rintik mulai turun membasahi kota Bandung siang menjelang sore itu. Saya langsung berdoa meminta kepada Tuhan untuk meredakan hujan di tengah perjalanan kami, supaya kami tidak kebasahan dan sakit. Dan Tuhan Yesus membuktikan kasih setianya dalam kehidupan saya. Hujan memang masih turun, namun kecil dan tidak terasa saat motor melaju kencang menerobos padatnya jalan di Kota Bandung. Perjalanan lumayan lancar dan kami hanya membutuhkan dua puluh menit untuk sampai di Bandara Husen Sastranegara. Saya segera turun di depan pintu masuk parkir bandara dan segera memberitahu Gilbert cara pulang kembali ke ITB. Saya kemudian pamit untuk segera check-in di Bandara.
Sesampainya di dalam, ternyata penerbangan ditunda. Cuaca buruk menyebabkan landasan sedikit licin dan perlu persiapan khusus untuk pendaratan pesawat-pesawat. Penerbangan ditunda selama tiga puluh menit, tutur pemberitahuan melalui pengeras suara yang ada. Ada banyak penumpang yang marah dan menyindir keterlambatan ini. Oiya, karena seluruh tempat duduk di ruang tunggu telah penuh terisi, saya akhirnya duduk di sebelah pemeriksaan x-ray barang-barang yang akan dibawa ke kabin. Selama menunggu, akhirnya saya belajar metode pemeriksaan x-ray yang dilakukan dari staff yang sedang berjaga di situ. Saya belajar mengenai tombol-tombol dan fungsinya juga cara mendeteksi barang-barang yang dianggap berbahaya, seperti pisau dan pistol atau hanya sekadar staples dan penggaris besi. Jadi, sekali lagi, saya bersyukur karena dapat belajar mengenai hal baru di waktu-waktu tunggu saya.
Akhirnya kami diijinkan untuk memasuki pesawat sekitar pukul 17.15, satu jam lebih dari yang semestinya. Langit sore itu sudah cukup gelap juga temperatur udara yang turun drastis, mungkin karena hujan, pikirku. Jadi, saya segera mengeluarkan jaket yang saya bawa dan memakainya. Saya pun tertidur dengan lelap di bangku pesawat di penerbangan itu, mungkin kumulasi kondisi fisik saya yang cukup lelah karena seharian terus beraktivitas.
Sekitar pukul 19.20, saya terbangun dan menyadari kami telah mendarat di Bandara Juanda, Surabaya. Wah, saya tidur cukup lama rupanya, badan pun terasa agak segar. Bandara Juanda merupakan bandara internasional sebagai pintu gerbang wilayah timur Indonesia. Desainnya cukup bagus dengan sistem linier di mana seluruh gate pesawat berada di dalam satu lintasan lurus. Segera saya bertanya keberadaan Mas Didit yang akan menjemput saya di Juanda.
Sekitar jam 19.50, saya telah bertemu dengan Mas Didit di pintu keberangkatan domestik. Setelah berkenalan sebentar, kami kemudian segera menuju ke Terminal Purabaya dengan menggunakan taksi. Sepanjang perjalanan saya disuguhi pemandangan kota yang teratur, jauh lebih nyaman dibandingkan Kota Bandung dan Jakarta yang selama ini lekat di dalam kehidupan saya. Jalanan yang terang dengan lampu-lampu jalan yang menyala terang adalah yang paling saya ingat malam itu.