Membuang Barang
Mulai dari musim semi depan, sekitar bulan April 2013, saya akan pindah ke daerah Higashi Fushimi, Tokyo. Pindahan ini bukanlah rencana saya tok, tapi juga menyesuaikan dengan universitas. Pada pertengahan Februari lalu, seluruh kegiatan perkuliahan telah selesai dan proses persiapan pindahan pun dimulai. Dalam beberapa hari saya membantu senpai/ senior untuk merapikan barang-barang dan alat percobaan yang sudah tidak dipergunakan. Saya juga me-list barang-barang yang akan dibawa pindahan dan barang-barang yang mesti dibuang. Dan teman-teman tahu, dari list tersebut, hampir tidak ada barang yang dibuang. Baik Sensei/ Dosen dan para senpai merasa sayang kalau barang-barang itu dibuang. Lebih bagus tetap dibawa pindahan.
Saya juga mengalami hal serupa. Sesaat sebelum pulang berlibur ke Indonesia selama satu bulan, saya merapikan barang-barang yang ada di kamar. Ada barang-barang milik Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Hashimoto yang ada di kamar saya. Banyak juga buku-buku teks kuliah, baik yang saya beli maupun yang saya dapatkan dari senpai. Saat membereskannya, alih-alih membuang barang-barang yang tidak perlu, saya merasa sayang membuang barang. Sayang siapa tahu nanti perlu! Begitu pikir saya. Padahal kalau dipikir-pikir lagi saya mungkin tidak memakai lagi barang tersebut. Akhirnya pada hari terakhir sebelum kepulangan saya ke Indonesia, saya membuat keputusan untuk langsung membuang barang-barang yang rasanya tidak perlu lagi. Jangan sampai nanti barang-barang yang gak perlu masih disimpan-simpan.
Kalau mengenai barang, mungkin masih bisa ditolerir. Sebagian orang segan untuk membuang barang miliknya karena merasa sayang. Ada juga yang merasa barang-barang tersebut punya kenangan atau arti tersendiri. Dan masih banyak alasan lainnya. Intinya mungkin seperti ini, selama barang itu masih bisa disimpan, mengapa harus dibuang?
Ini boleh saja kalau mengenai barang. Tetapi tidak boleh kita berlakukan dalam hidup kekristenan kita. Yesus tidak ingin kehidupan yang lama dicampur-campur dengan kehidupan baru. ‘Air anggur yang baru tidak bisa ditempatkan dalam kantung yang lama,” begitu kata Yesus. Paulus juga mengatakan hal serupa, “Di dalam Kristus kita adalah ciptaan yang baru. Yang lama sudah berlalu, dan yang baru sudah terbit.”
Saat masuk ke dalam kehidupan yang baru, kita tidak boleh mengingat-ingat dan melakukan lagi kebiasaan lama kita. Ibarat seperti saya yang pindahan rumah, barang-barang yang sudah lapuk, tidak berguna itu tidak usah disimpan-simpan, dibawa masuk ke rumah yang baru. Yang rusak, jelek, tak bermanfaat, buanglah, tinggalkan semuanya!
Untuk memasuki kehidupan yang baru, perlu ada pembersihan dan pembuangan barang-barang lama. Sama halnya dengan memasuki kehidupan baru dalam Kristus, kita juga harus rela membuang barang-barang lama yang tidak bermanfaat dan jelek, kebiasaan-kebiasaan dan dosa-dosa lama kita. Buanglah, tinggalkan semuanya itu! Saat sudah membuangnya, kita akan melihat “rumah kehidupan” kita yang baru, yang putih bersih dan indah, tidak penuh dengan barang-barang rongsokan tidak berguna.
Catatan
1. Ucapan Yesus terdapat dalam Matius 9:17
2. Ucapan Paulus terdapat dalam 2 Korintus 5:17
sumber gambar : blogspot