Nusa Penida Part-2 – Desa Toyapakeh
Ternyata kapal yang menuju desa Toyapakeh tujuan kami baru ada jam tiga sore. Artinya, kami punya waktu kira-kira satu jam lagi. Waktu luang untuk menunggu itu akhirnya kami gunakan untuk makan nasi soto di pinggir pantai. Hah, perjalanan selama hampir lima jam membuat perut kami lapar. Kami juga sempat mengambil beberapa foto pemandangan di pinggir pantai Sanur sebelum akhirnya naik ke kapal cepat Dwi Manunggal yang akan membawa kami menuju ke Nusa Penida.Bunyi tiga buah motor boat menderu semakin lama semakin kuat. Kapal mulai maju menembus gelombang laut di depan. Di beberapa kesempatan, kapal terasa naik turun. Naik ketika mencoba melewati gelombang, kemudian turun ketika berhasil melampauinya. Angin sejuk khas laut mulai masuk dan mewarnai perjalanan kami. Perjalanan menuju ke Desa Toyapakeh memakan waktu kurang lebih satu jam dari Pantai Sanur. Dari kejauhan mulai terlihat daratan berwarna hijau dengan desiran pantai berpasir coklat muda.
Desa Toyapakeh
Kecepatan kapal menurun perlahan-lahan, dan kami telah tiba di Desa Toyapakeh. Pasir berwarna coklat muda terhampar di depan kami sedangkan lautan biru di belakang kami. Waktu itu sekitar pukul 3 sore, di mana hujan rintik-rintik mulai turun perlahan. Kami menunggu Bapak Mahmudin yang akan menjemput kami di pantai ini. Ternyata ada salah komunikasi sebelumnya, di mana Bapak Mahmudin mengira kami sampai esok pagi. AlhasilĀ kami harus menunggu sebentar hingga Pak Mahmudin datang. Ini pengalaman pertama saya naik speed boat mengarungi lautan, rasanya mengarungi dan memecah ombak membuat adrenalin berpacu.
Kira-kira dua puluh menit kemudian, Bapak Mahmudin dan Mas Yusuf datang menjemput kami. Kami berempat kemudian langsung menuju ke rumah Bapak Mahmudin untuk beristirahat sejenak. Wow, rumahnya luas dan cukup asri. Halaman luas dengan pasir sebagai alasnya menyambut kedatangan kami sore itu. Kami segera dijamu dengan makanan ringan dan tes manis yang terasa begitu enak. Ternyata istri Bapak Mahmudin sedang membuat adonan kue-kue untuk dijual esok hari. Kami kemudian berbincang-bincang sejenak mengenai perjalanan kami dari Bandung dan mengenai pekerjaan Bapak Mahmudin dan Mas Yusuf.
Beres berbincang-bincang, ternyata makanan sudah disiapkan. Jadilah kami makan bersama di halaman rumah tersebut. Menu makan hari ini adalah nasi, lauk tiram, ikan (saya lupa namanya), dan mie instan. Jujur, saya sampai kaget ternyata mie instan sudah sampai di Pulau Nusa Penida ini (saya kira belum ada, haha). Secara umum, sarana transportasi yang sudah tersedia antara Nusa Penida dan Bali mempermudah akses barang dari dan ke pulau ini. Jadilah saya dapat menemukan mie instan di pulau ini.
Tidak dapat dipungkiri, hidup sebagai masyarakat pesisir membuat masyarakat terbiasa dengan bau amis ikan dan butiran pasir yang bertaburan di rumah. Saya pun mulai terbiasa dengan hadirnya lalat-lalat yang menyukai bau amis ini. Ya, ini adalah pengalaman baru lainnya yang saya peroleh di hari ini. Hidup di pesisir pantai akan saya alami selama satu minggu ke depan, dan saya merasa sangat excited.
Selesai makan sekitar pukul 4 sore, kami berjalan berkeliling desa. Sempat bertemu dengan Bapak Kades yang dijuluki sebagai Haji Sulam (di sebuah program televisi), kami berbincang sejenak mengenai kunjungan kami ke Desa Toyapakeh ini dan rencana ke depannya. Bapak ini ternyata cukup friendly juga. Mungkin ini adalah akibat pendidikan di bidang pariwisata yang pernah ditempuhnya dahulu, jadi keramahan terhadap seluruh orang lain itu terasa begitu hadir di antara pertemuan kami.
Sumber gambar : Blogsppot 1, 2, 3, 4