Perjalanan ke Timika Papua
Minggu lalu saya berkesempatan mengunjungi PT. Freeport Indonesia (selanjutnya PTFI). Kunjungan kali ini dilakukan dalam rangka kunjungan kerja, di mana diadakan Kick Off Meeting untuk proyek yang dikerjakan oleh perusahaan saya di PTFI. Dari akhir Februari, rekan kerja dan atasan saya Pak Ustika sudah menginformasikan rencana kunjungan ke PTFI, dan diminta untuk mempersiapkan semua urusan dan dokumen. Maklum, wilayah Papua dan PTFI sendiri sudah cukup terkenal, terutama karena wilayahnya yang cukup rawan baik dari segi keamanan dan juga kesehatan (hampir saja kami tidak berangkat karena masalah ini). Perjalanan ini jadi yang pertama bagi saya mengunjungi tanah Papua, wilayah paling timur di Indonesia. Sejauh ini, saya hanya pernah sampai pergi ke Ambon. Selain itu, perjalanan ke Timika Papua ini juga membuat saya excited, terutama karena PTFI yang baru saja melakukan divestasi saham kepada pemerintah Indonesia. Seperti apa ya kondisi di sana? Selain itu, kapan lagi kan bisa melihat dari dekat pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia?
Saya bersyukur bisa jadi salah satu dari sedikit orang yang bisa mengunjungi dan mengenal lebih dalam mengenai proses pertambangan yang dilakukan oleh PTFI. Sebagai informasi awal, PTFI sudah beroperasi dari tahun 1967, PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
Tambang terbuka Grasberg dan juga tambang bawah tanah telah mengubah wajah wilayah ini. Dari pegunungan dengan hutan belantara di lerengnya, kini telah berubah menjadi dua kota besar, Timika dan Tembagapura. Total lebih dari 30.000 orang bekerja langsung di PTFI, dan lebih dari 200.000 lainnya bekerja sebagai rekanan di PTFI.
Sampai hari ini ada 3 maskapai yang melayani penerbangan dari Jakarta ke Timika, yakni Airfast Indonesia (selanjutnya disebut AI, maskapai yang dioperasikan PTFI), Garuda Indonesia, dan Sriwijaya Air. Perjalanannya kurang lebih memakan waktu 6 jam perjalanan. Saya berangkat jam 22.00 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta, dan tiba di Bandara Ngurah Rai Bali sekitar jam 00.30 WITA. Setelah transit sekitar 1 jam, pesawat melanjutkan perjalanan dan tiba sekitar jam 06.20 di Bandara Mozes Kilangin Timika. Bandara ini awalnya adalah milik perusahaan PTFI dan tidak dipergunakan untuk penerbangan selain AI. Namun, seiring berjalannya waktu, bandara ini akhirnya digunakan juga untuk rute penerbangan domestik selain maskapai AI. Namun, sampai hari ini, operasional Bandara Mozes Kilangin masih di bawah perusahaan Aifrast Aviation Services Company (AVCO) yang masih punya hubungan dengan PTFI.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah membangun bangunan terminal baru untuk menampung lebih banyak maskapai dan kargo ke wilayah Timika. Saya sendiri melihatnya dari kejauhan. Bentuk bangunannya khas, mirip dengan bandara-bandara lain yang sedang dibangun dengan atap lengkung yang ikonik di sisi selatan bandara Mozes Kilangin yang ada sekarang.
Setibanya di bandara, kami sempat menunggu sejenak perihal ijin masuk ke wilayah PTFI. Buat teman-teman yang datang ke Timika dengan tujuan kunjungan/ bekerja harus langsung mengurus kartu pengunjung/ visitor card setibanya di Timika. Kita hanya diminta menunjukkan surat undangan (biasanya pihak yang mengundang kita juga sudah menyerahkan ke kantor pendataan beberapa hari sebelumnya). Nanti, pihak pendataan hanya tinggal mengecek dan mendata identitas kita, dan meminta kita menonton video pengenalan mengenai PTFI, lokasi kerja, dan juga aspek Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja (K3). Setelah itu, kita akan memperoleh visitor card yang digunakan setiap kali kita masuk wilayah kerja PTFI. Selain untuk bekerja, visitor card juga digunakan kalau teman-teman mau makan di mess Freeport. Sambil menunggu, kami juga bertemu dengan Pak Udin, seorang staff Puncak Jaya Power (PJP), perusahaan yang mengurus seluruh sistem kelistrikan di Timika dan tambang Freeport.
Setelah itu, kami langsung dijemput oleh petugas hotel tempat kami menginap. Kami keluar dari Airport sekitar jam 07.00. Setelah bebersih dan beristirahat, kami berankat ke kantor PJP di kawasan LIP di dalam Freeport. Perjalanan saya pun dimulai!