Tangisan di Minggu Pagi itu
Hanya sedikit momen yang membuat saya bisa menangis. Ya, jika dihitung-hitung, selama hidup ini, mungkin hanya beberapa kali saya menangis. Di masa kecil mungkin sering, namun seiring berjalannya waktu, menangis telah menjadi hal yang jarang saya lakukan. Jujur saya katakan, saya bukanlah orang yang emosional dan mudah larut dalam perasaaan, itulah yang membuat menangis menjadi kejadian yang jarang dalam kehidupan saya. Namun, ada tangisan di Minggu pagi itu.
Tangisan di Minggu Pagi itu
Air mata menetes dari pelupuk mata saya di hari minggu pagi itu. Air mata itu terjatuh ketika saya mengucapkan kata-kata perpisahan dalam acara Martonggo Raja kematian Bapatua Lina. Dalam kata-kata perpisahan itu saya menyampaikan rasa syukur saya memiliki Bapatua yang begitu baik seperti Bapatua Lina. Ia mendukung secara moril setiap kegiatan dan jenjang pendidikan yang saya dan adik saya ambil. Hal itu saya rasakan semenjak berkuliah, di mana Bapatua selalu bertanya bagaimana dengan kuliah saya, dan dilanjutkan dengan ucapan penyemangat yang dia berikan. Ia selalu bilang agar kuliah sungguh-sungguh dan menjadi “orang” yang baik, mempersatukan dan membanggakan keluarga besar Sihombing. Ada tangisan di Minggu pagi, itu masih lekat dalam pikiran saya.
Saya masih ingat jelas kesempatan saya bertemu terakhir dengan Bapatua adalah sebelum kepergian Papa, Mama, dan Mamatua ke Medan untuk menghadiri acara peringatan Datu Lobi Nasamurung di Lintongnihuta. Malam itu, saya sempat berbincang-bincang dengan Bapatua sambil membetulkan handphonenya yang rusak. Sempat mengutak-atik handphone itu sebentar, akhirnya handphone itu dapat berfungsi kembali. Bapatua nampak begitu senang.
Minggu pagi itu adalah hari kedua saya berada di Bekasi. Pulang di hari Sabtu dari Bandung, saya tiba sore hari di rumah Bapatua. Suasana rumah sudah ramai, ada banyak saudara yang berkumpul. Dan di hari minggu itu, Bapatua akan dikuburkan. Ia akan kembali kepada Tuhan Yesus dan berbahagia di Sorga sana. Ia tidak lagi merasakan jantungnya sakit. Ia tidak lagi merasakan silau di mata yang menghalanginya untuk membaca. Ia akan senang di tempat perhentian seperti yang kami percaya.
Terima kasih Tuhan Yesus untuk kasih-Mu yang besar melalui kehadiran Bapatua di dalam hidup saya. Orang-orang yang saya kasihi akan datang dan pergi, namun saya percaya mereka akan bahagia di tempat perhentian nanti bersama dengan Tuhan Yesus, pemberi kasih sejati itu.
Adong do ama na di surgo i
Tuhan Jahowa Debantata i
Di jou do au na lao ma au, tu Ama na di surgo i
Lao ma au, lao ma au tu na di surgo i
Lau ma au, lao ma au tu na di surgo i
Di jou do au na lao ma au, tu Ama na di surgo i
Molo masihol ho muse di au
ingot ma na di surgo i do au
Dapothon au tu surgo i, ai hope sonang do disi
Lau ma au, lao ma au tu na di surgo i
Lau ma au, lao ma au tu na di surgo i
Dapothon au tu surgo i, ai hope sonang do disi