Kecelakaan PLTN Fukushima di Jepang
Kala Bantuan Generator Diesel Portabel Datang
Waktu itu bantuan berupa generator diesel portabel pun tiba di bangunan reaktor nuklir nomor 1. Tapi untuk menghemat tenaga, maka listrik hanya dialirkan ke mesin dan pompa sistem pendingin. Sementara panel-panel dan lampu indikator tetap dibiarkan padam. Barulah diketahui kemudian, bahwa tombol sistem pendingin darurat tetap dalam keadaan non-aktif meskipun listrik sudah pulih.
Para petugas yang berpikir sistem telah kembali berjalan normal mulai melakukan aktivitas lainnya. Mereka mengecek kerusakan sistem dan lantai basement bangunan PLTN. Sama sekali tidak terpikir bahwa sistem pendinginan belum pulih.
Selama beberapa jam tanpa sistem pendinginan, bahan bakar nuklir mengalami kenaikan suhu karena tidak mendapatkan pendinginan memadai. Di samping itu, sebagai konsekuensi dari venting, maka permukaan air dalam teras menurun sehingga bagian atas bahan bakar tidak terendam air. Kondisi ini akan mempercepat kenaikan suhu bahan bakar.
Pada suhu 700ºC, kelongsong zirkon alloy yang membungkus bahan bakar nuklir mulai berubah fase sehingga menjadi rapuh dan mudah retak. Saat suhu mencapai 1100ºC, mulai terjadi reaksi antara zirkon dengan uap air yang menghasilkan gas hidrogen. Akumulasi gas hidrogen akan menambah kecepatan peningkatan tekanan. Untuk mencegah kerusakan lebih parah, maka gas hidrogen juga terlepas (venting). Venting gas hidrogen diarahkan ke gedung reaktor.
Celakanya, karena gas hidrogen bersuhu cukup tinggi, maka pada saat hidrogen bertemu dengan oksigen di udara akan tersulut sehingga menimbulkan ledakan. Ledakan ini merupakan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen, bukan ledakan nuklir. Ledakan kimia ini yang kemudian bisa disaksikan dari luar bangunan PLTN Fukushima Reaktor 1. Pada PLTN Fukushima Reaktor 1 hanya melemparkan atap dan dinding gedung sementara kerangka baja gedung masih utuh.
Seiring dengan kerusakan parsial pada bahan bakar (akibat tidak terendam air), maka material radioaktif terlepas ke air pendingin dan ikut keluar pada saat venting tidaklah banyak. Perlu dicatat bahwa emisi radioaktif tidak sebesar pada kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl karena kerusakan teras pada reaktor Fukushima adalah kerusakan parsial (sebagian besar teras dalam kondisi utuh), sementara itu kerusakan teras pada reaktor Chernobyl adalah kerusakan total.
Sementara itu karena tingginya tekanan udara dalam bangunan reaktor, maka sistem kontrol dan pencatat keadaan juga tidak berjalan semestinya. Menurut laporan yang didapatkan NHK, waktu itu uap air dari lubang hidung babi PLTN Fukushima Reaktor 1 berhasil diobservasi. Ini membuat para petugas di pusat kontrol berpikir sistem pendinginan darurat berjalan normal. Lalu, alat pencatat ketinggian air di bejana reaktor pun tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Alat pencatat menunjukkan tinggi air 2 meter di atas batang bahan bakar nuklir (setengah dari ketinggian normal), padahal kenyataannya air pendingin dalam bejana sudah habis menguap.
2 thoughts on “Kecelakaan PLTN Fukushima di Jepang”