Mitos tentang PLTN
Indonesia membangun PLTN, topik yang hangat dibicarakan belakangan ini. Banyak orang yang menganggap baik usulan Pemerintah untuk membangun PLTN sebagai cara mengurangi ketergantungan energi listrik dari minyak bumi. Hasil survei beberapa perusahaan pun menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat setuju dengan rencana super Indonesia ini. Ada yang berkomentar PLTN itu murah dan bebas polusi. Selain itu PLTN dibilang sudah jauh lebih aman. Tapi benarkah begitu? Saya akan coba menjelaskan mitos tentang PLTN lengkap dengan data penelitian terkini. Semoga bermanfaat dan bisa membantu kita mengenal PLTN yang sebenarnya.
Mitos tentang PLTN 1: Murah
PLTN murah? Tunggu dulu. Dari mana Anda bisa mengatakan hal itu? PLTN murah hanya karena subsidi besar dari pemerintah. Nuklir atau PLTN menjadi pembangkit listrik kedua yang mendapatkan subsidi pemerintah sekitar 3.10 dollar per MWh berdasarkan U.S. Energy Information Administration. Urutan pertama adalah Pembangkit listrik tenaga angin dengan subsidi hampir 52.5 dollar AS. Sedangkan pembangkit listrik lainnya seperti tenaga air, batubara, dan gas hanya mendapatkan subsidi sebesar dibawah 1 dollar per MWh. Bahkan dalam hasil penelitian yang dipublikasikan MIT pada 2003, “Ongkos produksi listrik dari PLTN baru harganya 6 ribu rupiah lebih tinggi dibanding dengan ongkos produksi pembangkit listrik dengan bahan bakar gas atau batu bara. Penelitian mediamatters.org, juga menyatakan bahwa biaya produksi energi nuklir tetap lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga air, batu bara, angin, atau gas hingga 2018.
Ini baru ongkos produksi. Biaya ini belum termasuk dengan biaya perawatan, pengolahan dan penampungan limbah nuklir, asuransi dan biaya kerusakan lingkungan yang muncul kemudian. Misalnya saja, Amerika membuat Pegunungan Yucca sebagai tempat penampungan akhir limbah dengan anggaran bermilyar-milyar dolar. Begitu pula dengan Finlandia yang membangun tempat penampungan di Onkalo atau Prancis di desa Bure.
Penampungan akhir limbah nuklir pun tidak murah. Tingkat radioaktif yang tinggi dari limbah nuklir harus terus menerus dijaga supaya tidak bocor. Pengukuran pada perubahan level tanah dan batuan, tekanan dan rembesan air, panas dan perpindahan kalor pun harus terus-menerus dilakukan tanpa henti. Dan biayanya tentu tidak murah. Jadi jelas mitos tentang PLTN yakni PLTN itu murah adalah tidak benar.
Mitos tentang PLTN 2: Bebas polusi
Siapa bilang PLTN bebas polusi? PLTN dengan daya 1000 mega watt menghasilkan 30 ton limbah radioaktif tiap tahun. Awalnya limbah ini akan ditenggelamkan di dalam kolam pendingin di kompleks PLTN. Ini untuk menurunkan suhu limbah radioaktif yang mencapai 400 derajat celsius. Jangan pikir limbah radioaktif sudah aman. Di sini radiasi masih terus berlangsung. Ada plutonium, iodine, dan unsur radioaktif lainnya yang tersebar di seluruh kolam. Plutonium itu sangat mematikan. Jika terhirup menyebabkan kanker paru-paru dan penyakit mengerikan lainnya. Sifat radioaktif plutonium juga bertahan hingga jutaan tahun. Iodine tidak kalah berbahayanya. Iodine yang jatuh di permukaan tanah akan terserap oleh tumbuhan dan tanaman yang nantinya bisa membahayakan manusia. Iodine juga bisa masuk ke dalam tubuh lewat pernapasan. Kemudian ada juga strontium yang juga bisa terserap oleh tumbuhan dan hewan. Dan kalau kita makan hewan atau tumbuhan itu, kanker tulang sudah di depan mata.
Limbah dan polusi juga dihasilkan dalam pembangunan PLTN, penambangan uranium, juga pengayaan dan pengolahan uranium jadi bahan bakar nuklir. Dalam proses pengayaan uranium gas CFC juga diemisikan dalam jumlah yang besar ke atmosfer.
Saat penambangan uranium, polusi radioaktif juga terjadi. Setengah dari penambang di Amerika Serikat mati karena kanker paru-paru akibat terhampar radiasi Radon yang sangat kuat. Ini dikarenakan saat ditambang, uranium mengeluarkan radiasi radon dalam level yang tinggi. Jutaan ton lumpur radioaktif juga mencemari daerah penambangan uranium, menyebar ke daerah-daerah lainnya lewat atmosfer. Dalam proses pencacahan uranium menjadi yellowcake, limbah hasil tambang berupa thorium juga diemisikan ke lingkungan sekitar pabrik pengolahan. Thorium sendiri memiliki daya radioaktif yang sangat kuat, terus-menerus memancarkan radiasi sinar alfa dan gamma. Mitos tentang PLTN yakni PLTN itu tidak menghasilkan emisi terbukti tidak benar.
Mitos tentang PLTN 3: Aman
Siapa bilang PLTN aman? Kecelakaan PLTN di Chernobyl mengakibatkan 8,4 juta orang di Belarusia, Ukraina, dan Rusia terpapar radiasi tingkat tinggi. Dan wilayah seluas 150 ribu kilometer persegi tercemar radiasi. Lahan pertanian seluas 52 ribu kilometer persegi juga hancur tak bisa digunakan lagi. 400 ribu lebih harus pindah, sedangkan jutaan lainnya harus tinggal di daerah dengan radiasi tinggi.
Kesimpulan Mitos tentang PLTN
Mengapa kita rela mengeluarkan triliunan rupiah untuk bangunan berbahaya seperti itu? Mengapa kita ambil resiko, melupakan dampak radiasi demi membangun bangunan yang rentan bencana alam, aksi teroris, dan meltdown? Akankah kita tetap membangun PLTN meskipun kita sudah tahu bakal ada limbah nuklir berbahaya nantinya? Limbah yang harus dikubur untuk 100 ribu tahun?
Energi nuklir tidak mudah, tidak bebas polusi, juga tidak aman. Mungkin ini yang tidak disembunyikan pemerintah. Mungkin ini yang dibiarkan oleh sebagian ilmuwan dan pakar. Mungkin ini yang tidak diketahui masyarakat. Seperti kata orangtua “lihat sebelum kamu melangkah,” ada baiknya pemerintah dan masyarakat belajar dahulu mengenai PLTN dan energi nuklir. Belajar dari negara-negara lain yang kini kepayahan mengurus limbah nuklir yang menggunung. Jangan sampai kita menyesal nantinya saat semuanya telah terlambat. Tertipu oleh keuntungan dan lembaran rupiah di depan mata.
Informasi Lebih Lanjut
Bahan Bacaan
- Myths And Facts About Nuclear Power mediamatters.org/research
- Energi nuklir dan subsidi www.ucsusa.org/assets/nuclear_subsidies_report
- Kebijakan energi Amerika Serikat www.world-nuclear.org/info/USA–Nuclear-Power-Policy
- Subsidi energi dan biaya tambahan PLTN www.world-nuclear.org/Energy-Subsidies-and-External-Costs
Sumber gambar : mediamatters.org/research
Tentang Penulis
Penulis adalah mahasiswa tingkat 3 Teknik Elektro di salah satu Universitas di Jepang dan telah tinggal di Jepang kurang lebih 3,5 tahun. Menekuni bidang mesin dan motor, juga teknologi tenaga nuklir. Senang membaca buku dan film dokumentasi, serta aktif mengikuti forum diskusi mengenai PLTN di Jepang.
1 thoughts on “Mitos tentang PLTN”