Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Tidak Murah
Beberapa tahun belakangan ini, wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN menjadi topik perdebatan hangat. Ada pihak yang menolak, dan di lain sisi ada yang mendukung. Pihak yang menolak kebanyakan menjadikan isu keamanan PLTN dan ancaman kebocoran radiasi nuklir sebagai alasan utama. Alasan yang dikemukakan antara lain, kondisi wilayah Indonesia yang berada di ring of fire dunia, kemudian adanya dampak negatif PLTN terhadap lingkungan fisik dan sosial, atau juga keraguan terhadap kompetensi tenaga ahli Indonesia atas pengoperasian reaktor nuklir, dan hingga belum adanya transparansi pembiayaan pembangunan PLTN. Pihak yang menerima rencana pembangunan PLTN menganggap bahwa pembangunan ini merupakan salah satu opsi untuk mengatasi krisis energi di Indonesia. Dengan tingkat pembangkitan listrik yang besar, PLTN adalah pilihan tepat dibandingkan dengan PLTD yang menggunakan bahan bakar fosil atau batu bara. Selain itu, PLTN juga dianggap lebih murah dibandingkan pembangkit listrik lainnya.
Tapi apakah betul PLTN itu murah seperti yang kita bayangkan? Kita cenderung hanya memperhitungkan biaya fisik yang kelihatan saja: investasi pembangunan, pembelian bahan bakar, dan pengelolaan PLTN. BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional Indonesia) pun demikian. Tapi kita lupa ada biaya-biaya lain di luar biaya fisik di atas. Biaya lain apa sajakah itu? Dalam artikel esai ini, saya akan membandingkan harga pembangkitan listrik yang dipublikasikan BATAN dengan harga PLTN terbaru yang dipublikasikan di Jepang lengkap dengan detail perhitungannya.
Macam-macam Pembangkit Listrik
Kita akan coba membahas jenis-jenis pembangkit listrik secara singkat. PLTA (tenaga air) memerlukan aliran sungai dengan debit air yang besar, efisiensinya pun rendah hanya sekitar 30 persen. PLTU (tenaga uap dengan bahan bakar fosil dan gas) mudah dalam pengaturannya, namun harga bahan bakar fosil yang mahal menjadi masalah tersendiri. Lagipula efisiensinya maksimum hanya 40 persen dan juga menimbulkan pencemaran udara. Sedangkan pembangkit listrik lainnya, misalnya tenaga gas bumi, tenaga surya, ombak laut memang menjanjikan sumber daya yang besar, namun belum ada teknologi yang mampu menghasilkan listrik hingga level produksi. Alhasil, pilihan jatuh ke PLTN (tenaga nuklir). Tenaga nuklir menjanjikan energi yang mendekati tak terbatas. Pencemaran udara pun bisa ditekan karena sistem generasi energi listrik PLTN tidak menghasilkan emisi karbon, hanya H20 (uap air). Hanya perlu teknologi dan biaya tinggi dalam perawatannya.
Biaya Produksi Pembangkit Listrik menurut BATAN
Lalu soal biaya produksi listrik per KiloWatt-hour (KiloWatt-jam), dari hasil riset BATAN, kita mendapati PLT Gas sebesar 804 rupiah/kWh, PLT batu bara menjadi sebesar 1110 rupiah/kWh, dan PLTN sebesar 717 rupiah/kWh. Jadi, biaya produksi listrik PLTN di Indonesia jauh dibawah pembangkit listrik lainnya. (sumber – dengan berbagai catatan dan ketentuan). Berikut detail perhitungan biaya pembangkitan listrik yang dikeluarkan BATAN.
Perhitungan kurs US Dollar ke Rupiah Indonesia: 11,859 (13 September 2014)
Gas : 67.85 x 1000 x 11,859=804 rupiah
Nuklir : 93.62 x 1000 x 11,859=1110 rupiah
Nuklir : 60.54 x 1000 x 11,859=717 rupiah
Biaya Produksi Pembangkit Listrik menurut AEC
Kita sudah melihat biaya pembangkit listrik seperti yang dipublikasikan BATAN, bagaimana dengan perhitungan biaya pembangkit listrik negara lainnya? Saya ingin memfokuskan pada biaya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), dan mengambil contoh negara Jepang.
Seperti yang kita ketahui, Jepang mengalami musibah gempa besar dan tsunami pada Maret 2011. Bencana alam ini mengakibatkan juga kecelakaan PLTN di Fukushima yang berdampak luas bagi masyarakat sekitar. Semenjak itulah, PLTN di seluruh Jepang di-shut down satu per satu, hingga tidak ada lagi yang beroperasi kini.
Atas desakan masyarakat yang sudah enggan dengan kecelakaan PLTN, satu per satu PLTN tua diberhentikan operasinya. Sedangkan PLTN yang relatif baru, dicek satu per satu dan diperkuat strukturnya agar lebih tahan gempa dan tsunami. Namun meskipun PLTN diberhentikan, bukan berarti selesai begitu saja. Para pekerja PLTN diwajibkan tetap bekerja terus, menjaga dan mengelola bahan bakar nuklir habis pakai di kolam-kolam penampungan. Bahan bakar nuklir yang sangat berbahaya dan mematikan ini harus disimpan dan dijaga jauh dari masyarakat. Tidak hanya itu, ribuan ton komponen-komponen PLTN tua yang dirapikan kemudian dikubur di tempat terpencil di desa Rokkasho di Aomori. Meskipun PLTN berhenti dioperasikan, namun Pemerintah Jepang tetap harus mengucurkan dana besar setiap harinya.
Dana inilah yang terlupakan dalam perhitungan biaya listrik oleh BATAN. Biaya listrik yang dipublikasikan ke masyarakat hanyalah biaya pembangunan dan pengelolaan PLTN, namun biaya setelah PLTN berhenti beroperasi tidak dimasukkan dalam perhitungan. Padahal, biaya tersebut mencakup biaya penelitian dan riset, subsidi untuk masyarakat sekitar, back end cost, dan penampungan akhir limbah nuklir yang tentu jauh lebih besar jumlahnya.
Di bagian berikutnya, saya akan membedah dan menjelaskan satu per satu biaya tersirat PLTN, biaya yang muncul setelah PLTN selesai beroperasi. Biaya yang dilupakan oleh BATAN dan banyak masyarakat Indonesia.
Artikel berikutnya : Perhitungan Biaya PLTN Terbaru
Referensi Buku
- Buku “Memahami PLTN” dalam bahasa Jepang : 原子力発電がよくわかる本
- Buku “Renaisans PLTN: Pilihan yang Tak Terhindarkan” dalam bahasa Jepang 原子力ルネサンス ~エネルギー問題の不可避の選択
- Buku “Berapa Biaya PLTN” dalam bahasa Jepang 原発のコストーエネルギー転換への視点
Sumber Gambar : antinuclear.net
Referensi terkait : Biaya PLTN yang dipublikasikan BATAN, Website Japan Atomic Energy Commission (AEC) Jepang
1 thoughts on “Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Tidak Murah”