PLTN di Indonesia : Apa yang Perlu Diperhatikan?
Beberapa hari terakhir ini, kita sering mendengar berita tentang rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Indonesia. Suatu berita yang sangat menarik, di tengah keadaan Bangsa Indonesia sekarang. Mengapa PLTN yang dipilih bukan pembangkit listrik tenaga lainnya? Itu dikarenakan adanya karakteristik PLTN yang tidak bisa didapat dari pembangkit listrik lainnya.
Macam-macam Pembangkit Listrik
Kita akan coba membahas jenis-jenis pembangkit listrik secara singkat. PLTA (tenaga air) memerlukan aliran sungai dengan debit air yang besar, efisiensinya pun rendah hanya sekitar 30 persen. PLTU (tenaga uap dengan bahan bakar fosil dan gas) mudah dalam pengaturannya, namun harga bahan bakar fosil yang mahal menjadi masalah tersendiri. Lagipula efisiensinya maksimum hanya 40 persen dan juga menimbulkan pencemaran udara. Sedangkan pembangkit listrik lainnya, misalnya tenaga gas bumi, tenaga surya, ombak laut memang menjanjikan sumber daya yang besar, namun belum ada teknologi yang mampu menghasilkan listrik hingga level produksi. Alhasil, pilihan jatuh ke PLTN (tenaga nuklir). Tenaga nuklir menjanjikan energi yang mendekati tak terbatas. Pencemaran udara pun bisa ditekan karena sistem generasi energi listrik PLTN tidak menghasilkan emisi karbon, hanya H20 (uap air). Hanya perlu teknologi dan biaya tinggi dalam perawatannya.
Biaya Produksi Pembangkit Listrik
Lalu soal biaya produksi listrik per KiloWatt-hour (KiloWatt-jam), kita mendapati PLTG sebesar 828 rupiah/kWh, PLTU menjadi sebesar 1142 rupiah/kWh, dan PLTN sebesar 738 rupiah/kWh. Biaya produksi listrik PLTN di Indonesia jauh dibawah pembangkit listrik lainnya. (sumber – dengan berbagai catatan dan ketentuan)